Jumat, 18 November 2016

FUNGSI PENYULUH AGAMA DALAM MENJAGA PEMBANGUNAN AGAMA DI MASYARAKAT



 




MAKALAH



FUNGSI PENYULUH
DALAM MENJAGA PEMBANGUNAN BIDANG AGAMA
DI MASYARAKAT


 





Oleh :
AIM NAJMUDIN, S.Sy.
PENYULUH AGAMA NON PNS
KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN DARMARAJA



KEMENTRIAN AGAMA  KANTOR KABUPATEN SUMEDANG
 PROVINSI JAWA BARAT
2014



KATA PENGANTAR

            Bismillahirrohmanirrohim
            Puji serta syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahamat, hidayah dan inayah-Nya  kepada kita semua, juga atas  izin-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Fungsi Penyuluh dalam menjaga pembangunan bidang agama di masyarakat”.
            Dalam penyusunan makalah ini banyak sekali dukungan yang diberikan kepada penulis berupa bantuan, bimbingan dan motivasi baik berupa moril maupun materil dari berbagai pihak yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini, Penulis tidak bisa membalas kebaikan itu, hanya dapat menghaturkan terima kasih, mudah-mudahan semuanya mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
            Oleh karena itu pada kesempatan ini Penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.      Bapak Drs. Deden Abdul Ajid Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Darmaraja Kementrian Agama Kantor Kabupaten Sumedang.
2.      Bapak Drs. Patah Hidayat Penyuluh Agama Fungsional KUA Kecamatan Darmaraja.
3.      Bapak Drs. H. Dadang Soni Natamiharja, M.M.  Dosen STAI Al-Musdariyah Cimahi yang dulu telah banyak memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi dan makalah.
4.      Istri dan keluarga yang selalu memberikan banyak dukungan pada penulis.
5.      Saudara dan Sahabat  yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini sangat bermanfaat khususnya bagi Penulis, umumnya bagi seluruh Penyuluh Agama baik Penyuluh Agama fungsional, Penyuluh Agama Non PNS (PAH) maupun Penyuluh Agama yang tidak terdaftar di kementrian agama. Amiin Ya Robbal ‘Alamiin.
                                                                                                     Darmaraja,  29 Juni 2014

Penulis



ii
 
 
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .....................................................................................       ii
DAFTAR ISI....................................................................................................       iii

BAB I  PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang Masalah.............................................................................       1
B.       Perumusan Masalah ...................................................................................       2
C.       Tujuan Penelitian .......................................................................................       2
D.      Kerangka Pemikiran ..................................................................................       2
E.       Langkah-langkah Penelitian .......................................................................       3

BAB II KAJIAN TEORITIS
A.       Pengertian Penyuluh Agama.......................................................................      4
B.       Dasar Hukum ............................................................................................      4
C.       Sasaran Penyuluhan ..................................................................................      6
D.       Materi Penyulihan .....................................................................................      8

BAB III  FUNGSI PENYULUH AGAMA DALAM MENJAGA PEMBANGUNAN
AGAMA DI MASYARAKAT
A.     Klasifikasi dan Syarat-syarat Penyuluh Agama.....................................    12
B.     Tugas, Fungsi dan Kode Etik Penyuluh Agama ....................................    14
C.     Metode Penyuluhan ..............................................................................    15
D.     Menjaga Pembangunan Agama di Masyarakat ......................................    16

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan..................................................................................................    20
B. Saran ............................................................................................................    20

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................    21








iii
 
 


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Keberadaan penyuluh Agama Islam memiliki makna yang sangat penting, sebagai ujung tombak di lapangan dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan keagamaan di masyarakat, peranannya di masyarakat cukup besar baik karena ilmu agamanya maupun keteladannya, dan mempunyai peran yang signifikan sebagai salah satu agen perubahan untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan beragama yang lebih baik dan berkualitas, Pola hidup agamis yang telah melekat dan dominan sebagai bagian penting kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama islam adalah asset yang sangat berharga dalam meluruskan upaya-upaya peningkatan kualitas kehidupan dimaksud.
Setiap penyuluh Agama Islam baik di Pusat maupun di Daerah merupakan komponen utama yang mempengaruhi kinerja tugas oprasional penerangan agama Islam yang belakangan direstrukturisasi menjadi Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat dan Pemberdayaan Mesjid. Dalam kaitan ini Para Penyuluh Agama karena fungsinya yang strategis itu memiliki tanggung jawab untuk membawa masyarakat binaan ke arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera, lahiriyah maupun batiniyah, sesuai dengan ajaran agama Islam.
Sehubungan dengan itu para penyuluh agama terlebih dahulu harus mengetahui tugas yang dibebankan kepadanya, kemudian mereka juga harus mengatahui bagaimana menunaikan tugas tersebut dengan sebaik baiknya, serta penguasaan yang optimal terhadap materi penyuluhan agama itu sendiri dan pengelolaanya yang lebih baik dan rapih dengan media yang tepat memperhatikan sitiasi, kondisi yang menunjang. Juga penguasaan keadaan medan dan sasaran penyuluhan yaitu masyarakat yang dihadapi yang semakin komplek.
Perkembangan masyarakat yang semakin pesat dalam era globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi dan informasi, maka tugas penyuluhan Agama Islam sekarang ini berhadapan dengan suatu kondisi masyarakat yang berubah dengan cepat mengarah pada masyarakat fungsional masyarakat teknologis, masyarakat saintik dan masyarakat terbuka.
Dengan demikian, menuntut setiap Penyuluh Agama perlu secara terus menerus meningkatkan pengetahuan, wawasan dan pengembangan diri, dan juga perlu memahami visi Kementrian Agama yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera lahir batin (PMA No, 10 tahun 2010). Setiap Penyuluh Agama dalam menunaikan tugasnya tidak boleh hanya terpaku pada pengetahuan yang telah dimilikinya saja, melainkan harus kaya dengan pengetahuan dan wawasan sosial kemasyarakatan agar penyuluhan yang disampaikan memberikan nilai tambah bagi masyarakat dan dirasakan sebagai sesuatu yang memberikan solusi terhadap problema kehidupan mereka.
Tanpa adanya Penyuluh Agama islam yang sesuai dengan tuntutan zaman dan tanpa dikelola dengan baik, maka usaha penyuluhan agama tidak akan berdaya guna dan berhasil guna, lebih-lebih sasaranya pun saat ini masayarakat yang semakin berkembang.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, Penulis mengadakan penelitian yang dituangkan dalam karya ilmiah dan disimpulkan dalam judul “ Fungsi Penyuluh dalam menjaga pembangunan bidang agama di masyarakat

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diruskan masalah sebagai berikut :
1.      Apa tugas, fungsi dan kode etik Penyuluh Agama ?
2.      Bagaimana metode penyuluhan yang baik ?
3.      Bagaimana cara menjaga pembangunan agama di masyarakat?

C.     Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah terwujudnya suatu deskripsi yaitu:
1.      Ingin mengetahui tugas, fungsi dan kode etik Penyuluh Agama.
2.      Ingin mengetahui metode penyuluhan yang baik.
3.      Ingin mengetahui cara menjaga pembangunan agama di masyarakat.

D.     Kerangka Pemikiran
Sejak semula Penyuluh Agama merupakan ujung tombak Departemen Agama dalam melaksanakan penerangan agama islam di tengah pesatnya dinamika perkembangan masyarakat Indonesia. Peranannya sangat strategis dalam membangun mental, moral dan nilai ketakwaan umat serta turut mendorong peningkatan kualitas kehidupan umat dalam berbagai bidang baik di bidang keagamaan maupun bidang pembangunan.
Tugas pokok Penyuluh Agama Islam adalah melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama yang mempunyai fungsi informative (penerang), edukatif (pendididik), konsultatif (tempat memecahkan masalah) dan advokatif (pembela).
Banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Haits Nabi yang menerangkan dan memerintahkan kepada kita untuk menjalankan tugas penyuluhan, diantaranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104:
وَلْتَكُنْ مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُوْلٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya: “Hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyerukan (manusia) kepada kebaikan, menyuruh untuk berbuat baik dan melarang berbuat yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
Tujuan penyuluhan agama adalah untuk membawa masyarakat binaan ke arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera, lahiriyah maupun batiniyah, sesuai dengan ajaran agama Islam, sehubungan dengan itu para penyuluh agama terlebih dahulu harus mengetahui obyek dari sasaran penyuluhan yaitu masyarakat yang multi komplek.
Maka penyuluh agama harus mengetahui identifikasi wilayah, kebutuhan masyarakat dan kelompok masyarakat yang akan menjadi sasaran binaaa agar memperoleh kemudahan dan keberhasilan dalam penyuluhannya.
Materi Penyuluhan Agama Islam pada dasarnya meliputi materi agama dan materi pembangunan. Materi Agama meliputi ajaran pokok agama islam yaitu akidah, syari’ah dan akhlak.

E.     Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah dalam penelitian ditempuh dengan cara sebagai berikut:
1.      Metode Penelitian
Dalam peneletian ini penulis menggunakan metode studi kasus dilapangan yang di alami penulis, khususnya di daerah sasaran penulis yaitu Dusun Cipaok Desa tarunajaya, Dusun Sukasari Desa Cieunteung dan Dusun Lengkob Desa Cikeusi kecamatan Darmaraja Kabupaten Sumedang.
2.      Sumber Data
Data ditinjau dari sumbernya dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yatu:
a.       Data skunder, yaitu Al-Qur’an dan terjemahnya, Hadits-hadits Nabi, Kitab-kitab kuning, Buku-buku Pedoman Penyuluh yang dikeluarkan oleh Kemenag, makalah-makalah yang dikeluarkan oleh Bimas Islam
b.      Data primer yaitu data yang didapatkan dari Kasi Bimas Islam, Penyuluh Agama Fungsional, Penyuluh Agama non PNS dan pemyuluh agama yang belum/tidak terdaftar di Kemenag.















BAB II
KAJIAN TEORITIS
A.     Pengertian Penyuluh Agama
Penyuluh Agama Islam adalah Pegawai Neger Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan bimbingan atau  penyuluhan agama islam dan pembangunan melalui bahasa agama (Mengko Wasbangpan no 54/KP/MK.MASPAN/9/1999).
Penyuluh Agama Islam Non PNS (dulu PAH) adalah pembingbing umat beragama dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketakwaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (KMA RI Nomor 791 Tahun 1985).
Istilah Penyuluh Agama mulai disosialisasikan sejak tahun 1985 yaitu dengan adanya keputusan Mentri Agama Nomor 791 Tahun 1985 tentang Honorarium Bagi Penyuluh Agama. Istilah Penyuluh Agama dipergunakan untuk menggantikan istilah Guru Agama Honorer (GAH) yang dipakai sebelumnya di lingkungan kedinasan Departemen Agama.
Pembakuan istilah Penyuluh Agama dan pengangkatan Penyuluh Agama dalam jabatan fungsional  makin memperjelas eksistensi dan identitas para Penyuluh Agama di tengah masyarakat , serta mempertajam tugas pokok dan fungsi yang dijalankan.
Sejak semula Penyuluh Agama merupakan ujung tombak Departemen Agama dalam melaksanakan penerangan agama islam di tengah pesatnya dinamika perkembangan masyarakat Indonesia. Peranannya sangat strategis dalam membangun mental, moral dan nilai ketakwaan umat serta turut mendorong peningkatan kualitas kehidupan umat dalam berbagai bidang baik di bidang keagamaan maupun bidang pembangunan.

B.     Dasar Hukum Penyuluh Agama
Adapun yang menjadi landasan hukum Penyuluh Agama dalam menjalankan tugasnya ialah :
1.      Al-Qur’an
Tidak sedikit ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan dan memerintahkan kepada kita untuk menjalankan tugas penyuluhan, diantaranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104:
وَلْتَكُنْ مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُوْلٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ Artinya: “Hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyerukan (manusia) kepada kebaikan, menyuruh untuk berbuat baik dan melarang berbuat yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”.
Firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 125:
اُدْعُ إِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ
Artinya: “ Serulah ke jalan Tuhanmu dengan cara bijaksana, dengan pengajaran yang baik dan berdiskusilah dengan cara yang lebih baik”.
Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 67:
يَأَيُّهَا الرَّسُوْلُ بَلِّغْ مَآأُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَّبــِّكَ وَإِنْ لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهٗ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِيْنَ
Artinya: “ Ya Rosul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanah-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.
Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang senada dan seirama dengan itu, isi dan tujuannya merupakan perintah atau kewajiban memberikan penyuluhan yang harus dijalankan oleh setiap orang, terutama penyuluh tersebut.

2.      Hadits Nabi SAW.
Hadits-hadits Nabi yang memerintahkan penyuluhan, diantaranya:
Ballighu anni walau ayahبَـلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ أٰيـَةً                                             
Artinya: “Sampaikanlah (sesuatu) dari-Ku walaupun hanya satu ayat.
Sedangkan hadits Nabi yang memerintahkan para penyuluh dan bekerja keras dengan semangat agar selaras adalah :
مَنْ رَأٰى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيَغَيِّرْهُ بِيَدِهٖ فَإِ نْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَاِنِهٖ فَإِ نْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهٖ وَذٰلِكَ أَضْعَفُ الْأِبْماَنُ
Artinya: “ Barang siapa diantara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah ia cegah dengan tangan, Bila tidak sanggup maka hendaklah ( cegah) dengan lidahnya, Bila ia tidak sanggup juga, hendaklah dengan hatinya, demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”.
Masih banyak lagi hadits-hadits Nabi yang lain yang berbeda lafadznya tetapi tujuanya sama.
3.      Undang-undang Dasar 1945
Sebagaimana ditetapkan dalam pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

C.     Sasaran Penyuluhan
Kelompok sasaran adalah komunitas dalam masyarakat yang telah dibentuk atau yang terbentuk oleh masyarakat  baik yang lahir dari inisiatif masyarakat yang bersangkutan dan/atau penyuluh agama sendiri sebagai sasaran bimbingan keagamaan dan penyuluhan pembangunan dengan bahasa agama islam
Tujuan penyuluhan agama adalah untuk membawa masyarakat binaan ke arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera, lahiriyah maupun batiniyah, sesuai dengan ajaran agama Islam, sehubungan dengan itu para penyuluh agama terlebih dahulu harus mengetahui obyek dari sasaran penyuluhan yaitu masyarakat yang multi komplek.
Maka penyuluh agama harus mengetahui identifikasi wilayah agar memperoleh kemudahan dalam penyuluhan, misalnya dalam penyusunan perencanaan oprasional penyuluhan agama akan tersedia data dan informasi yang memadai sehingga dapat disusun suatu program, kegiatan, sarana dan waktu yang tepat.
Dengan adanya identifikasi wilayah akan dapat diketahui mengenai geografi (keadaan alam), demografi (keadaan penduduk), kekayaan alam, penghidupan atau mata pencaharian penduduk, tingkat ekonominya, tingkat pendidikannya, agama yang dipeluknya, organisasi keagamanya, lembaga-lembaga sosial dan keagamaan, lembaga-lembaga pendidikan umum dan keagamaan, rumah ibadat, prasarana dan sarana transportasi yang tersedia, keadaan pemerintahanya, adat istiadat penduduk dan lain sebagainya.
Penyuluh agama juga harus mengetahui kebutuhan masyarakat yang senantiasa terus berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Sebab tanpa mengetahui kebutuhan sasaran, penyuluhan agama tidak akan tercapai maksud dan tujuannya dengan baik, sebab mungkin saja penyuluh memberikan sesuatu penyuluhan yang sama sekali kurang dibutuhkan, sedangkan yang jelas dibutuhkan sasaran penyuluhan sama sekali tidak tersentuh, dengan mengetahui kebutuhan masyarakat penyuluhan akan relevan dalam arti sesuai dengan kebutuhan sasaran penyuluhan itu sendiri
Kebutuhan manusia menurut intensitas kegunaannya terdiri dari tiga macam, yaitu kebutuhan primer (utama), kebutuhan sekunder dan kebutuhan tertier (mewah). Kebutuhan menurut sifat dan wujudnya terbagi pada kebutuhan jasmani (materiil) seperti sandang, pangan, papan, dan juga kebutuhan rohani (spiritual) yang menimbulkan kepuasan batin, rasa senang dan tenang seperti kebutuhan akan kepercayaan dan hubungan dengan Allah, ilmu pengetahuan, kehalusan rasa, rekreasi, kepastian makna hidup dan sebagainya. Kebutuhan dilihat dari waktu dibagi dalam kebutuhan sekarang dan kebutuhan masa depan. Kebutuhan dilihat dari subyeknya terbagi pada kebutuhan individu (perorangan) dan kebutuhan bersama (kolektif).
Sasaran akhir penugasan seorang penyuluh agama adalah terlaksananya pendidikan masyarakat melalui bimbingan dan penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama kepada seluruh masyarakat dalam wilayah binaannya melalui pembentukan kelompok binaan tetap dengan program pembinaan yang tepat dan sistematis.
Untuk keperluan sasaran Penyuluh agama dapat melakukan pembagian kelompok sasaran dan pembentukan kelompok binaan dengan melakukan pendekatan sebagai berikut:
1.      Kelompok sasaran masyarakat umum terdiri dari kelompok binaan:
a.       Masyarakat  Pedesaan
b.      Masyarakat  Tranmigrasi
2.      Kelompok sasaran masyarakat perkotaan, terdiri dari kelompok binaan:
a.       Kelompok perumahan
b.      Real Estate
c.       Asrama
d.      Daerah pemukiman baru
e.       Masyarakat pasar
f.       Masyarakat daerah rawan
g.       Karyawan intansi pemerintah/swasta tingkat Kabupaten/Provinsi
h.      Masyarakat industri
i.        Masyarakat kawasan industri
3.      Kelompok sasaran masyarakat khusus, terdiri dari:
a.       Cendikiawan terdiri dari kelompok binaan
1)      Pegawai/Karyawan intansi pemerintahan
2)      Kelompok profesi
3)      Kampus/masyarakat akademis
4)      Masyarakat peneliti serta para ahli
b.      Generasi muda, terdiri dari kelompok binaan:
1)      Remaja Mesjid
2)      Karang Taruna
3)      Pramuka
c.       LPM terdiri dari kelompok binaan:
1)      Majlis Ta’lim
2)      Pondok Pesantren
3)      TPA/TKA
4)      DTA
d.      Binaan khusus terdiri dari kelompok binaan:
1)      Panti Rehabilitasi/Pondok social
2)      Rumah Sakit
3)      Masyarakat gelandangan dan pengemis (gepeng)
4)      Kelompok Wanita Tuna Susila (WTS)
5)      Lembaga Pemasyarakatan (LP)
e.       Daerah terpencil terdiri dari kelompok binaan:
1)      Masyarakat daerah terpencil
2)      Masyarakat Suku terasing.
Atas dasar hasil analisis data dan identifikasi wilayah dan kebutuhan kelompok sasaran yang ada, seorang penyuluh agama melakukan pembentukan kelompok binaan melalui proses sebagai berikut:
1.       Melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat/ tokoh agama di wilayah/sasaran,
2.       Melakukan rapat pembentukan kelompok binaan dengan memperhatikan kebutuhan/minat kelompok sasaran yang ada.

D.     Materi  Penyuluhan
Materi Penyuluhan Agama Islam pada dasarnya meliputi materi agama dan materi pembangunan.
I.        Materi Agama meliputi ajaran pokok agama islam:
1.      Akidah
Pokok-pokok akidah islam secara sistematis dirumuskan dari rukun iman yang 6 (enam), yaitu:
1)      Iman kepada Allah
2)      Iman kepada Malaikat-Nya
3)      Iman kepada Kitab-kitab-Nya
4)      Iman kepada Rasul-rasul-Nya
5)      Iman kepada Hari Akhirat
6)      Iman kepada Qadla dan Qadar
Abul A’la Al Maududi dalam bukunya Toward Understanding Islam menyimpulkan ada Sembilan pengaruh akidah (tauhid) dalam kehidupan muslim yaitu:
1)      Menjauhkan manusia dari pandangan sempit dan picik,
2)      Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri,
3)      Menumbuhkan sifat rendah hati dan hidmat,
4)      Membembentuk manusia menjadi jujur dan adil,
5)      Menghilangkan dari sifat murung dan putus asa,
6)      Membentuk kepribadian yang teguh, sabar dan optimisme,
7)      Menambahkan sifat ksatria dan semangat, berani, tidak gentar menghadapi resiko bahkan tidak takut menghadapi kematian,
8)      Menciptakan sikap damai dan ridla,
9)      Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin menjalankan peraturan-peraturan Ilahi.
2.      Syari’ah
Dalam garis besarnya syari’ah terdiri dari dua aspek yaitu:
1)      Ibadah
Ibadah dalam arti khusus (ibadah khashshah) ialah:
a.       Thaharah
b.      Shalat
c.       Zakath
d.      Puasa
e.       Haji
Ibadah dalam arti umum (ibadah ‘ammah) ialah:
Tiap-tiap amal perbuatan yang disukai dan diridlai Allah SWT yang dilakukan oleh seorang muslim dengan niat karena Allah semata-mata.
2)      Mu’amalah meliputi:
a.       Hukum Perdata (al-qanunul khas) terdiri dari:
-          Hukum Niaga (mu’amalah)
-          Hukum Nikah (munakahah)
-          Hukum Waris(warosah)
-          dan lain-lain
b.      Hukum Publik (al-qanunul ’am) terdiri dari:
-          Hukum Pidana (jinayah)
-          Hukum Kenegaraan (siyasah)
-          Hukum Perang dan Damai (jihad), dll.
Seluruh tata nilai dalam syariah islam dimaksudkan untuk kesejahteraan manusia dalam melindung dan memelihara KULLIYYAH KHOMSI  الْكُلِيَّةُ الْخـَمْسِ  
1.     Memelihara Agama (hifdzuddin)                                   حفظ الدين
2.     Memelihara Jiwa manusia (hifdzun nafsi)                               حفظ النفس
3.     Memelihara Harta benda (hifdzul mal)   حفظ المال
4.     Memelihara Nasab keturunan Manusia (hifdzun nasab) حفظ النسب           
5.     Memelihara Akal dan kehormatan (hifdzul aqli wal’ird)  حفظ العقل والعرض
Selain itu ada kaidah-kaidah fiqih umum yang harus dipegang, yaitu :
1.      Setiap perbuatan manusia dinilai dengan niat (al umuru bimaqoshidiha)
الأموربمقاصدها
2.      Kesulitan membawa kemudahan (al-masyaqah tajlibu al taesir)
المشقة تجلب التيسر
3.      Yang meyakinkan tidak bisa hilang karena ada yang meragukan (al-yaqin la yuzalu bi al-syak) اليقين لايزال بالشك                 
4.      Setiap kemadlaratan harus dihilangkan (al-dlarar yuzalu) الضرر يزال
5.      Adat yang baik dapat dijadikan pegangan (al-adah muhkamah)  العادة المحكمة
3)      Akhlak
Pada garis besarnya akhlak terbagi dalam dua bidang:
1.      Akhlak terhadap Al-Khalik (Yang menciptakan yaitu Allah SWT), Akhlak terhadap Allah intisarinya ialah sikap dan kesadaran keagamaan sebagai berikut:
a.       Memuji Allah sebagai tanda bersyukur atas ni’mat-Nya yang tiada terhingga,
b.       Meresapkan ke dalam jiwa kecintaan dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya,
c.       Mengakui kekuasaan Allah yang mutlak dan tunggal yang menentukan posisi manusia di dunia dan di akhirat,
d.      Mengabdi hanya kepada Allah,
e.       Memohon pertolongan hanya kepada Allah
f.       Memohon hidayah supaya ditunjuki jalan yang lurus dan dihindarkan dari jalan yang sesat.
2.      Akhlak terhadap Makhluk (yang diciptakan)
Akhlak terhadap makhluk terbagi kepada dua aspek yaitu akhlak akhlak terhadap manusia dan akhlak terhadap makhluk lainnya,
1)      Akhlak kepada manusia meliputi:
a.       Akhlak terhadap diri sendiri,
b.      Akhlak terhadap lingkung atau masyarakat.
2)      Akhlak terhadap makhluk lain, bukan manusia meliputi:
a.       Akhlak terhadap tumbuh-tumbuhan (flora),
b.      Akhlak terhadap hewan (fauna)
Seluruh tata nilai akhlak disimpulkan pada:
-          Takholli membersihkan diri dari akhlak-akhlak jelek
-          Tahalli menghiasi diri dari akhlak-akhlak terpuji
-          Dan Tajalli merasa diri selalu diawasi dan diperhatikan Allah SWT.
Dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan atau penyuluhan sesuai dengan situasi dan kondisi. Penyuluh agama Islam dapat memperluas materi agama ini dengan menambahkan materi penunjang, misalnya ilmu-ilmu Al-Qur’an, Al-Hadits, sejarah dan kebudayaan islam, dan masalah-masalah aktual dalam kehidupan umat islam.
II.   Materi Pembangunan
Bahan dan materi untuk materi pembangunan adalah hal-hal yang memiliki keterkaitan langsung dengan masalah:
-          Pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa sekarang dan masa depan,
-          Pembinaan jiwa persatuan, watak dan jatidiri bangsa (nation and character building)
-          Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan menuju hari esok yang lebih baik,
-          Meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan dan menjaga lingkungan.
Secara tematis materi pembangunan dalam garis besarnya meliputi:
a.       Pembinaan wawasan kebangsaan,
b.      Kesadaran Hukum,
c.       Kerukunan antar umat beragama,
d.      Reformasi kehidupan nasional,
e.       Partisipasi masayarkat dalam pembangunan Negara.










BAB III
FUNGSI PENYULUH AGAMA DALAM MENJAGA PEMBANGUNAN AGAMA DI MASYARAKAT
A.     Klasifikasi dan syarat-syarat Penyuluh Agama
Secara garis besarnya peyuluh Agama Islam terbagi kepada Penyuluh Agama Fungsional (PNS) dan Penyuluh Agama Non PNS (dulu PAH: Penyuluh Agama Honorer). Penyuluh Agama Islam adalah Pegawai Neger Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan bimbingan atau  penyuluhan agama islam dan pembangunan melalui bahasa agama (Mengko Wasbangpan no 54/KP/MK.MASPAN/9/1999).
Penyuluh Agama Islam Non PNS (dulu PAH) adalah pembimbing umat beragama dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketakwaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (KMA RI Nomor 791 Tahun 1985).
Pada Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Jawa Barat tentang Petunjuk Teknis Pengangkatan dan Pengangkatan Kembali Penyuluh Agama Islam Non PNS di Lingkungan Kantor Wilayah Kementrian Agama  Provinsi Jawa Barat disebutkan:
BAB III
SUMBER DAN TINGKATAN
Pasal 3
Sumber
PAI Non PNS dapat berasal  dari tokoh masyarakat/perorangan yang diakui oleh masyarakat yang mempunyai kemampuan di bidang penyuluhan agama sesuai dengan klasifikasi sebagaimana tersebut dalam Pasal 4 Petunjuk Teknis ini, seperti Ulama, Dai, Mubaligh, Guru Agama, Guru Mengaji, Ustadz, Kyai dan tokoh agama lainya.
Pasal 4
Tingkatan
(1)   Tingkatan PAI Non PNS adalah :
a.       PAI Non PNS Muda
b.      PAI Non PNS Madya
c.       PAI Non PNS Utama
(2)   PAI Non PNS Muda adalah Penyuluh Agama yang bertugas pada masyarakat di lingkungan pedesaan yang meliputi masyarakat transmigrasi, masyarakat terasing, kelompok pemuda/remaja, serta kelompok masyarakat lainya di wilayah kabupaten.
(3)   PAI Non PNS Madya adalah penyuluh agama yang bertugas pada masyarakat di lingkungan perkotaan meliputi kelompok pemuda/remaja, kelompok masyarakat industri, kelompok profesi, daerah rawan, lembaga pemasyarakatan, rehabilitasi sosial dan intansi pemerintah /swasta serta kelompok masyarakat lainya di lingkungan Kabupaten/Kota dan Ibu Kota Provinsi.
(4)   PAI Non PNS Utama adalah penyuluh agama yang bertugas di lingkungan pejabat intansi pemerintah/swasta, kelompok profesi serta kelompok ahli dalam berbagai bidang


BAB IV
SYARAT PENGANGKATAN
Pasal 5
Syarat

(1)   Syarat Pengangangkatan PAI Non PNS harus memenuhi syarat umum dan syarat khusus
(2)   Syarat-syarat umum PAI Non PNS
a.       Berakhlakul karimah,
b.      Sehat jasmani dan rohani,
c.       Memiliki wawasan ilmu agama yang cukup,
d.      Memiliki pengalaman sebagai penyuluh agama,
e.       Memiliki surat keterangan atas bukti kemampuannya,
f.       Tidak terlibat dalam organisasi terlarang,
g.       Memiliki kermampuan dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan,
h.      Memiliki kelompok binaan yang tetap dan berdomisili di Kabupaten/Kota setempat,
i.        Bukan sebagai Guru Honorer yang dibiayai APBN atau APBD,
j.        Tidak akan menunutut untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil.
(3)   Syarat khusus PAI Non PNS
a.       PAI Non PNS Muda
1.      Pendidikan minimal SMA/sederajat dan/atau pendidikan pesantren yang dipandang memiliki kemampuan setara dengan SMA/sederajat,
2.      Berusia minimal 20 tahun dan maksimal 60 tahun.
b.      PAI Non PNS Madya
1.      Pendidikan minimal Sarjana (Strata 1)/sederajat dan/atau pendidikan pesantren yang dipandang memiliki kemampuan setara dengan S1/sederajat
2.      Berusia minimal 30 tahun dan maksimal 60 tahun.
c.       PAI Non PNS Utama
1.      Pendidikan minimal Strata 2/sederajat dan/atau pendidikan pesantren yang memiliki kemampuan setara dengan Strata 2/sederajat serta mempunyai keahlian khusus di bidang ilmu agama,
2.      Berusia minimal 40 tahun dan maksimal 60 tahun.
(4)   Disamping syarat tersebut diatas, Kementrian Agama Kabupaten/Kota melaksanakan uji kompetensi bagi PAI Non PNS pengangkatan baru dan uji kinerja bagi PAI Non PNS pengangkatan kembali.

B.     Tugas, Fungsi dan Kode Etik Penyuluh Agama                   
            Tugas pokok Penyuluh Agama Islam adalah melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama.
Berpijak pada tugas pokok tersebut diatas, maka dalam pelaksanaan kegiatan tugas Penyuluhan Agama Islam melekat fungsi-fungsi sebagai berikut :
1.      Fungsi informatif dan Edukatif
Penyuluh Agama Islam memposisikan dirinya sebagai da’I yang berkewajiban mendakwahkan Islam, menyampaikan penerangan agama dan mendidik masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
2.      Fungsi Konsultatif
Penyuluh Agama Islam menyediakan dirinya untuk turut memikirkan, memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat, baik persoalan-persoalan pribadi, keluarga atau persoalan masyarakat secara umum.

3.      Fungsi Advokatif
Penyuluh Agama Islam memiliki tanggung jawab moral dan social untuk melakukan kegiatan pembelaan terhadap umat/masyarakat binaaan terhadap berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang merusak akidah, menggangu ibadah dan merusak akhlak.
Untuk mencapai tujuan yang maksimal, setiap kegiatan harus dikelola oleh orang yang professional dan ahli di bidangnya, sama halnya dengan tugas penyuluh menyampaikan risalah, dan mempunyai fungsi yang optimal, maka penyuluh agama/mubaligh/khatib  harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1.      Seorang Mubaligh harus benar-benar istiqomah dalam keimanan serta percaya dengan seyakin-yakinnya akan kebenaran islam yang dianutnya kemudian diteruskan kepada umatnya.
2.      Seorang Mubaligh harus menyampaikan dakwahnya dengan lidahnya sendiri. Seorang muslim yang telah mantap untuk menyampaikan kebenaran (risalah agama) kepada orang lain, sedang dia mampu melakukannya, maka dia berdosa, dan dia harus mempertanggungjawabkannya di akhirat.
3.      Seorang Mubaligh harus menyampaikan kesaksian itu tidak saja dengan lidahnya tetapi juga dengan amal perbuatannya.
4.      Seorang Mubaligh harus berdakwah diatas semua aliran dan golongan kaum muslimin, bukan atas paham yang dianutnya saja.
5.      Seorang Mubaligh menyampaikan dakwahnya harus berdasarkan kebenaran yang lengkap dan utuh sesuai petunjuk Allah SWT. Dakwah tidak hanya berkenan dengan masalah ibadah saja tetapi juga harus memberikan tuntunan terhadap seluruh aspek hidup dan kehidupan umat manusia.
6.      Setiap umat islam diharapkan menyampaikan kesaksian bahwa Allah yang benar. Pendirian ini harus diperhatikan sekalipun harus mempertaruhkan nyawa. Memang hal ini adalah tugas yang berat, namun sikap inilah puncak keimanan yang paling tinggi yang disebut dalam Al-Qur’an “umat yang baik”.
Ada beberapa butir akhlak-akhlak yang harus dimiki oleh setiap Mubaligh dan Khatib yaitu:
1.      Mubaligh dan Khatib dalam menyampaikan ajaran islam yang bersumber Al-Qur’an dan As-Sunah, harus didasari niat yang tulus melalui pendekatan bil-hikmah, pengajian yang baik serta mujadalah dengan yang lebih baik.
2.      Mubaligh dan Khatib harus menjadi contoh teladan (uswatun hasanah) dalam mengajarkan islam di tengah-tengah masyarakat.
3.      Mubaligh dan Khatib memiliki kebebasan mimbar, tetapi bertanggung jawab kepada Allah dan kemaslahatan umat. Kebebasan ini dijamin oleh UUD 1945, tetapi harus bertanggung jawab kepada umat.
4.      Mubaligh dan Khatib harus senantiasa mengutamakan kepentingan agama islam, masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi atau golongannya.
5.      Mubaligh dan Khatib harus selalu meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan mutu profesinya. Mubaligh dan Khatib harus mengikuti perkembangan zaman, disamping harus menambah ilmunya yang telah ada baik ilmu agama maupun pengetahuan umum.
6.      Mubaligh dan Khatib harus bersikap jujur dalam menyampaikan dakwah dan khutbahnya. Dia harus jujur dan amanah demi kepentingan umat, Dia harus mau mengorbankan kepentingan golonganya demi umat.
7.      Mubaligh dan Khatib harus menyadari dan menjaga agar forum dakwah tidak disalah gunakan oleh pihak mana pun demi terciptanya ukhuwah islamiyah.

C.     Metode Penyuluhan
            Metode adalah sistem atau cara untuk mengatur suatu idea tau keinginan, pemahaman terhadap metode (cara) penyuluh perlu untuk dicermati  dan menentukan langkah yang diambil dan kecermatan itu dengan memahami tuntunan Allah dalam metode penyuluhannya, yang secara garis besarnya terbagi pada tiga hal:
1.      Dakwah bil hal
Seorang da’i tidak hanya sekedar bisa bicara, tapi lebih penting adalah mengamalkan apa yang dia dakwahkan yang disebut dakwah bil hal sebagaimana firman Allah dalam surat As-Shaf ayat 2-3:
يَاأَيـُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُواْ لِـمَ تَقُوْلــُوْنَ مَالاَتَـفْعَلُوْنَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللهِ أَنْ تَقُوْلُوْا مَالاَتَفْعَلُوْنَ
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman kenapa kamu berbicara sementara kamu sendiri tidak berbuat. Besar kebencian Allah terhadap orang yang bisa berbicara tetapi tidak bisa berbuat.
      Metode ini salah satu metode dakwah yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmanya surat An-Nahl ayat 125:
اُدْعُ إِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ
Artinya: “ Serulah ke jalan Tuhanmu dengan cara bijaksana, dengan pengajaran yang baik dan berdiskusilah dengan cara yang lebih baik”.
2.      Dakwah bil lisan
Berdakwah dengan lisan disebut juga dengan metode ceramah atau informasi oleh seorang da’I sebagai komunikator kepada kelompok masyarakat sasaran sebagai komunikan. Metode ini sangat tepat sekali kalau sasaran yang dihadapi merupakan kelompok yang berjumlah besar dan perlu menghadapi sekaligus. Da’I bisa menggunakan alat bantu seperti pengeras suara, radio, televisi, infocus dan lain- lain dan bisa diperjelas dengan bantuan mimic dan gerak.
3.      Dakwah bil qolam (bil Kitab)
Metode dakwah bil qolam ini bisa melalui media cetak seperti koran, tabloid dan brosur-brosur yang bernafaskan islam, metode ini sangat membantu sekali dalam keberhasilan dakwah, hanya saja metode ini masih sedikit sekali penyuluh mempraktekannya.
Kemudian kalau kita simak perjalan dakwah Rosulallah SAW ternyata tidak berbeda dengan metode dalam Al-Qur’an seprti dalam larangan minuman keras dan judi yang tidak sekaligus tapi berangsur-angsur.

D.     Menjaga Pembangunan Agama di Masyarakat
            Penyuluh Agama adalah orang yang mempunyai kedudukan tinggi di hadapan Allah SWT. sebagaimana diisyaratkan dalam beberapa ayat dalam Al-Qura’an, karena tugasnya sebagai ta’lim (pengajar) dan irsyad (penunjuk), kewajiban tablig (menyampaikan) dan larangan kitman (menyembunyikan ilmu). Juga dalam hadits-hadits Nabi SAW banyak diceritakan keunggulan Penyuluh Agama diantaranya Sabda Nabi SAW ketika mengutus Mu’adz bil Jabal dakwah ke Negeri Yaman “ Memberikan hidayahnya Allah SWT sebab kamu kepada seseorang itu lebih baik bagimu daripada dunia dan isinya”, dan Sabda Nabi SAW : “Barang siapa yang mempelajari satu bab dari ilmu untuk mengajarkan kepada manusia akan diberi paha tujuh puluh siddiqin. Juga Nabi Isa As bersabda: Barang siapa yang mempelajari ilmu, mengamalkan dan mengajarkannya maka akan diundang agung dihadapan para malaikat di langit”. (Ihya Ulumudin I: 9,10).
            Hujjatul Islam Al-Gazali dalam Ihya fi  bayan wadhoif mursid mu’allim mengatakan:
Ketika Mua’llim terkonsentrasi dalam ta’lim (mengajar) sesungguhnya dia memakai kalung yang agung, dan urusan yang besar,  maka dia harus menjaga adab-adab profesinya:
1.      Syafaqoh/ kasih sayang terhadap muridnya sebagaimana kasih sayang terhadap anaknya,
2.      Ikhlas mencari ridla Allah, dan taqorrub kepadaNya, bukan karena mencari upah, pujian, penghargaan, anugrah dan sebagainya,
3.      Menasehati murid untuk bertahap dalam mencari ilmu, menguasai suatu tingkatan ilmu terlebih dahulu  sebelum naik ke tingkatan yang lebih atas, mempelajari yang pokok, penting dan jelas terlebih dahulu sebelum yang lebih dalam,
4.      Tidak mencaci atau terang-terangan menyalahkan apabila murid salah, tapi dengan cara menyindir dan penuh kasih sayang,
5.      Tidak merendahkan pan ilmu lain bagi yang mempunyai keahlian pada suatu pan ilmu,
6.      Memberikan contoh amal, tauladan terhadap apa yang disampaikan,
7.      Memberikan pelajaran yang jelas dan layak bagi murid/sasaran,
8.       Memberikan pelajaran menurut kemampuan pemahaman murid/sasaran penyuluhan, sebagaimana sabda Nabi SAW.: “ Kami Para Nabi menempatkan manusia sesuai dengan kedudukannya, dan berbicara dengan mereka sesuai dengan kemampuan akalnya”.
(ringkasan Ihya Ulumuddin I:55-58).
            Syekh Ali Ash-Shobuni dalam menafsirkan surat Al-A’la:9 dan Qof:45, “Berkata Ibnu kasir: Dari ayat ini diambil adab dalam menyebarkan ilmu yaitu jangan diberikan ilmu kepada yang bukan ahlinya, sebagaimana sabda Ali bin Abi Tholib: Tidaklah engkau bercerita kepada suatu kaum perkataan yang tidak tercapai oleh akalnya kecuali akan menjadi fitnah bagi sebahagian mereka, dan Dia Berkata: Berbicalah dengan manusia apa yang bisa mereka ketahui, Apakah kamu suka jika Allah dan Rasulnya dibohongkan”. (Shofwatut Tafasir III:522)
Penyuluh Agama dalam penyuluhan juga harus mengetahui keadaan dan situasi zaman, sebagaiman Syekh Nawawi Banten berkata: ”Diceritakan dalam Shuhuf Nabi Ibrahim terdapat kalimat ini: Sepantasnya bagi yang berakal untuk  menjaga lisannya, arif terhadap zamanya dan menghadapi situasi keadaanya”. (Quthorul Gaits:6)
Dalam penyuluhan Penyuluh Agama juga harus memberikan cara, warna yang bermacam-macam dan waktu yang berkala dan tepat, sebagaiman diisyaratkan Syekh Athoillah: “ Tatkala Al-Haq (Allah) mengetahui adanya sifat bosan darimu, maka Dia memberikan bermacam-macam thoat, Dan Dia mengetahui sifat rakus pada dirimu, maka Dia memberi batasan pada sebahagian waktu, supaya himmah/cita-citamu mendirikan sholat, bukan melaksankan sholat, tidak setiap yang melaksanakan mendirikan. ( Al-Hikam I: 90)
Penyuluh Agama harus mempunyai semangat dan cita-cita yang tinggi dalam penyuluhan, sebagaiman isyarat Syekh Al-Zarnuji: “ Tidak boleh tidak bagi tholib ilmi (juga mu’allim) untuk bersungguh-sunguh, rajin dan tekun sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Ankabut ayat 69: “Dan orang-orang yang bejihad (bersungguh-sunguh mencari keridloan) Kami, benar-benar kan Kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami”. Penyuluh Agama harus mempunyai  himmah ‘aliyyah (cita-cita yang tinggi) dalam ilmu, sebab manusia terbang tinggi dengan cita-citanya sebagaimana burung terbang tinggi dengan sayapnya”. (Ta’lim Al-Muta’allim: 20,23)
            Indonesia sebagai negara yang berdasarkan pancasila, kita menghargai fungsi agama. Agama merupakan bagian penting dari kehidupan bangsa kita, modal rohaniah, untuk itu maka senantiasa diusahakan agar agama dapat mendorong seluruh kehidupan bangsa. Kondisi dan situasi kehidupan beragama yang dialami bangsa kita inilah yang menempatkan masyarakat bangsa sebagai masyarakat religius.
            Negara kita bukan Negara sekuler yang memisahkan antara agama dan negara dan bukan juga Negara islam, maka pembangunan yang dilaksanakan tidak saja mengejar kemajuan lahiriyah belaka seperti sandang, pangan dan papan melainkan keseimbangan antara pembangunan lahiriyah dan rohaniyah, keseimbangan antara material dan mental spiritual. Dalam kaitan inilah pembangunan agama mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional karena pada dasarnya agama mempunyai empat pungsi:
1.      Agama mempunyai fungsi inovatif, artinya agama adalah faktor yang bersifat mendorong, mendasari dan melandasi cita-cita dan amal usaha manusia dalam segala akhirat dan dan kemajuan di dunia akan mendorong pemeluknya untuk bekerja keras,
2.      Agama mempunyai fungsi motivatif artinya agama sangat mendorong pemeluknya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya melainkan juga untuk orang lain.
3.      Agama mempunyai sublimatif, artinya agama mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama melainkan juga yang duniawi. Karena segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma dan kaidah agama dan didasarkan atas niat yang tulus dan suci untuk Allah adalah ibadah.
4.      Agama mempunyai fungsi integrative, artinya agama mengintegrasikan segala kerja manusia. Dengan menghayati agama, orang bisa mempunyai kekuatan batin hingga terhindar dari melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan sehingga ia mampu menjaga integritas dirinya.
            Pembangunan kehidupan beragama itu sendiri kita maksudkan untuk mewujudkan corak kehidupan beragama dimana terdapat suatu relevansi fungsional antara ajaran agama dengan tuntutan dan tantangan yang sedang tumbuh dan berkembang yang selalu mengalami perubahan.
            Corak kehidupan beragama yang dimaksud sebagaiman yang diuraikan  berikut ini:
1.      Kehidupan beragama yang semarak dan hal ini ditandai oleh:
a.       Adanya rumah-rumah ibadah yang indah, bersih dan sehat,
b.      Rumah-rumah ibadah berfungsi baik sebagai pusat kegiatan jema’ah,
c.       Pengamalann ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Kehidupan agama yang kreatif dan hal ini ditandai oleh:
a.       Adanya lembaga-lembaga pendidikan yang mampu menyiapkan kader-kade bangsa yang tangguh dan tanggap tuntutan dan tantangan zaman,
b.      Adanya lembaga-lembaga dakwah yang mampu maenggairahkan dan membekali umat untuk membangun dirinya dan masyarakat sekitarnya,
c.       Adanya lembaga-lembaga sosial keagamaan yang mampu menampung dan menyalurkan potensi masyarakat untuk membina lingkungan sosial yang lebih religius sekaligus lebih maju,
d.      Tumbuhnya kemampuan para pemuka agama menggerakan dan mengarahkan umat beragama untuk mewujudkan kehidupan yang lebih maju baik mental spiritual maupun fisik material.
        Untuk mewujudkan corak kehidupan beragama semacam itu perlu pembinaan keagamaan masyarakat yang seksama, terencana dan sistematis serta tak kenal lelah. Untuk itu penyuluh agama perlu mengumpulkan keterangan yang akurat tentang kondisi kehidupan beragama penduduk yang menjadi sasaran penyuluhan. Sebab tanpa mengetahui dengan tepat kondisi kehidupan beragamanya, maka perencanaan penyuluhan dan pelaksanaan penyuluhan tidak dapat dilakukan dengan baik. Dengan demikian penyuluh agama tidak akan mencapai maksudnya.
            Dalam kaitan ini penyuluh agama harus mengetahui tingkat kehidupan beragama penduduk di daerah sasaran penyuluhan. Apakah tingkat tingkat kehidupan beragama sudah dikatakan cukup “subur” atau bahkan “sangat tandus”. Jika pelaksanaan ajaran agama yang paling dasar belum terlaksana, apakah disebabkan sangat kurangnya pengetahuan tentang agama atau sudah mengetahuinya tetapi sangat rendah kesadarannya. Jika ini telah diketahui dengan jelas, maka kebutuhan penduduk yang berkaitan dengan sasaran penyuluhan yang berkaitan dengan agama ini dengan sendirinya akan teridentifikasi, sehingga proses penyuluhan dan tujuan penyuluhan dapat berhasil optimal.





BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.     Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas mengenai Fungsi Penyuluh dalam menjaga pembangunan Agama di masyarakat, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1.      Tugas pokok Penyuluh Agama Islam adalah melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama yang mempunyai fungsi informative (penerang), edukatif (pendididik), konsultatif (tempat memecahkan masalah) dan advokatif (pembela).
2.      Metode (cara) penyuluhan perlu untuk dicermati  untuk menentukan langkah yang diambil dengan memahami tuntunan Allah dalam metode penyuluhannya, yang secara garis besarnya terbagi pada tiga hal yaitu dakwah bil hal (memberi suri tauladan), dakwah bil lisan ( dengan member ceramah) dan dakwah bil qolam (dengan tulisan).media elektronik
3.      Pembangunan kehidupan beragama untuk mewujudkan corak kehidupan beragama yang terdapat relevansi fungsional antara ajaran agama dengan tuntutan dan tantangan yang sedang tumbuh dan berkembang yang selalu mengalami perubahan. Untuk mewujudkan corak kehidupan beragama yang semarak dan kreatif memerlukan pembinaan keagamaan masyarakat yang seksama, terencana, sistematis dan tak kenal lelah.
B.     Saran
Berdasarkan hasil Penelitian diatas, Maka Penulis mengemukakan beberapa saran yang mudah-mudahan bermanfa’at bagi Para Penyuluh Agama untuk lebih meningkatkan fungsinya, diantaranya:
1.      Tugas pokok Penyuluh Agama Islam dalam melakukan dan mengembangkan kegiatan penyuluhan, juga dalam fungsinya sebagai informative, edukatif dan konsultatif harus sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat sasaran, tetapi tidak melupakan pembahasan seluruh masalah pokok yang wajib mereka ketahui dan diamalkan juga pendalaman terhadap masalah ilmu agama.
2.      Metode penyuluhan juga perlu lebih diperhatikan, metoda apa atau bagaimana yang lebih disukai dan mudah difahami masyarakat sasaran, dengan mengikuti jejak ulama salaf, percobaan berulang-ulang, dan juga sering berkonsultasi dengan yang lebih berkompeten.
3.      Pembangunan kehidupan beragama dimasyarakat merupakan kewajiban kita semua terutama Para Penyuluh Agama Islam, maka memerlukan pembinaan yang seksama, terencana, sistematis dan sesuai dengan situasi serta perjuangan yang sungguh-sungguh.



DAFTAR PUSTAKA

Abu Hamid Muhammad  Al Ghozali, tanpa tahun, Ihya ‘Ulumuddin, Beirut, Daar Ihya Turrats Arobi.
Bidang Penerangan Agama Islam, Zakat dan Wakaf, 2013, Petunjuk Teknis Pengangkatan dan Pengangkatan Kembali Penyuluh Agama Islam Non PNS di Lingkungan Kantor Wilayah Kemementrian Agama  Provinsi Jawa Barat Tahun 2014,  Kementrian Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat.
Dirjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI, 2010, Pedoman dan Petunjuk Teknis Penyuluh Agama Islam Fungsional Jilid I dan II, Bidang Pendidikan Agama Islam dan Pemberdayaan Masjid Kementrian Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat.
Ibnu Hajar Al-Asqolani, tanpa tahun, Bulughul Marom, Semarang, Pustaka Alawiyah.
Jalaludin As-Suyuti, tanpa tahun, Al-Asybah Wal-Nadhoir, Surabaya, Darun Nasyr Al-Mishriyyah
Jalaludin As-Suyuti, tanpa tahun, Al-Jami’ Al-Shoghir, Surabaya, Darun Nasyr Al-Mishriyyah.
Kasi Bimas Islam, 2014, Penyuluh Agama Sebagai Leading Sector Pengembangan Masyarakat Islam, Kementrian Agama Kantor Kabupaten Sumedang.
Muhammad ‘Ali Ash-Shobuni, 1996, Shofwah Al- Tafasir, Beirut, Darul Fikr.
Syaikh Al-Zarnuji, tanpa tahun, Ta’lim Al-Muta’allim,  Semarang, Grafika.
Syaikh Nawawi Al-Jawi, tanpa tahun, Quthorul Ghaits, Semarang, Karya Toha Putra,
Sunarto, dkk, 1992, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung, Gema Risalah Press.
.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar