MAKALAH
FUNGSI
PENYULUH
DALAM
MENJAGA PEMBANGUNAN BIDANG AGAMA
DI
MASYARAKAT
Oleh
:
AIM
NAJMUDIN, S.Sy.
PENYULUH
AGAMA NON PNS
KANTOR
URUSAN AGAMA KECAMATAN DARMARAJA
KEMENTRIAN
AGAMA KANTOR KABUPATEN SUMEDANG
PROVINSI JAWA BARAT
2014
KATA
PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Puji serta syukur Penulis panjatkan
ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahamat, hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua, juga atas izin-Nya Penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “ Fungsi Penyuluh dalam menjaga pembangunan bidang agama di
masyarakat”.
Dalam penyusunan makalah ini banyak
sekali dukungan yang diberikan kepada penulis berupa bantuan, bimbingan dan
motivasi baik berupa moril maupun materil dari berbagai pihak yang sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini, Penulis tidak bisa membalas
kebaikan itu, hanya dapat menghaturkan terima kasih, mudah-mudahan semuanya
mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Oleh karena itu pada kesempatan ini
Penulis ingin menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Bapak Drs. Deden Abdul Ajid Kepala Kantor Urusan
Agama Kecamatan Darmaraja Kementrian Agama Kantor Kabupaten Sumedang.
2.
Bapak Drs. Patah Hidayat Penyuluh Agama Fungsional
KUA Kecamatan Darmaraja.
3.
Bapak Drs. H. Dadang Soni Natamiharja, M.M. Dosen STAI Al-Musdariyah Cimahi yang dulu
telah banyak memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi dan makalah.
4.
Istri dan keluarga yang selalu memberikan banyak
dukungan pada penulis.
5.
Saudara dan Sahabat
yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
menyadari dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, oleh karenanya
penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Mudah-mudahan
makalah ini sangat bermanfaat khususnya bagi Penulis, umumnya bagi seluruh
Penyuluh Agama baik Penyuluh Agama fungsional, Penyuluh Agama Non PNS (PAH)
maupun Penyuluh Agama yang tidak terdaftar di kementrian agama. Amiin Ya Robbal ‘Alamiin.
Darmaraja,
29 Juni 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah............................................................................. 1
B.
Perumusan
Masalah ................................................................................... 2
C.
Tujuan
Penelitian ....................................................................................... 2
D.
Kerangka
Pemikiran .................................................................................. 2
E.
Langkah-langkah
Penelitian ....................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORITIS
A.
Pengertian Penyuluh
Agama....................................................................... 4
B.
Dasar Hukum ............................................................................................ 4
C.
Sasaran Penyuluhan .................................................................................. 6
D.
Materi Penyulihan ..................................................................................... 8
BAB III FUNGSI
PENYULUH AGAMA DALAM MENJAGA PEMBANGUNAN
AGAMA DI MASYARAKAT
A.
Klasifikasi dan Syarat-syarat Penyuluh Agama..................................... 12
B.
Tugas, Fungsi dan Kode Etik Penyuluh Agama .................................... 14
C.
Metode Penyuluhan .............................................................................. 15
D.
Menjaga Pembangunan Agama di Masyarakat ...................................... 16
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan.................................................................................................. 20
B. Saran ............................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Keberadaan penyuluh Agama Islam memiliki makna yang
sangat penting, sebagai ujung tombak di lapangan dalam memberikan bimbingan dan
penyuluhan keagamaan di masyarakat, peranannya di masyarakat cukup besar baik
karena ilmu agamanya maupun keteladannya, dan mempunyai peran yang signifikan
sebagai salah satu agen perubahan untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan
beragama yang lebih baik dan berkualitas, Pola hidup agamis yang telah melekat
dan dominan sebagai bagian penting kehidupan masyarakat Indonesia yang
mayoritas beragama islam adalah asset yang sangat berharga dalam meluruskan
upaya-upaya peningkatan kualitas kehidupan dimaksud.
Setiap penyuluh Agama Islam baik di Pusat maupun di
Daerah merupakan komponen utama yang mempengaruhi kinerja tugas oprasional
penerangan agama Islam yang belakangan direstrukturisasi menjadi Pendidikan
Agama Islam pada Masyarakat dan Pemberdayaan Mesjid. Dalam kaitan ini Para
Penyuluh Agama karena fungsinya yang strategis itu memiliki tanggung jawab
untuk membawa masyarakat binaan ke arah kehidupan yang lebih baik dan
sejahtera, lahiriyah maupun batiniyah, sesuai dengan ajaran agama Islam.
Sehubungan dengan itu para penyuluh agama terlebih
dahulu harus mengetahui tugas yang dibebankan kepadanya, kemudian mereka juga
harus mengatahui bagaimana menunaikan tugas tersebut dengan sebaik baiknya,
serta penguasaan yang optimal terhadap materi penyuluhan agama itu sendiri dan
pengelolaanya yang lebih baik dan rapih dengan media yang tepat memperhatikan
sitiasi, kondisi yang menunjang. Juga penguasaan keadaan medan dan sasaran
penyuluhan yaitu masyarakat yang dihadapi yang semakin komplek.
Perkembangan masyarakat yang semakin pesat dalam era
globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi dan
informasi, maka tugas penyuluhan Agama Islam sekarang ini berhadapan dengan
suatu kondisi masyarakat yang berubah dengan cepat mengarah pada masyarakat
fungsional masyarakat teknologis, masyarakat saintik dan masyarakat terbuka.
Dengan demikian, menuntut setiap Penyuluh Agama
perlu secara terus menerus meningkatkan pengetahuan, wawasan dan pengembangan
diri, dan juga perlu memahami visi Kementrian Agama yaitu terwujudnya
masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri dan sejahtera
lahir batin (PMA No, 10 tahun 2010). Setiap Penyuluh Agama dalam menunaikan
tugasnya tidak boleh hanya terpaku pada pengetahuan yang telah dimilikinya
saja, melainkan harus kaya dengan pengetahuan dan wawasan sosial kemasyarakatan
agar penyuluhan yang disampaikan memberikan nilai tambah bagi masyarakat dan
dirasakan sebagai sesuatu yang memberikan solusi terhadap problema kehidupan
mereka.
Tanpa adanya Penyuluh Agama islam yang sesuai dengan
tuntutan zaman dan tanpa dikelola dengan baik, maka usaha penyuluhan agama
tidak akan berdaya guna dan berhasil guna, lebih-lebih sasaranya pun saat ini
masayarakat yang semakin berkembang.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas,
Penulis mengadakan penelitian yang dituangkan dalam karya ilmiah dan
disimpulkan dalam judul “ Fungsi
Penyuluh dalam menjaga pembangunan bidang agama di masyarakat”
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka
dapat diruskan masalah sebagai berikut :
1.
Apa tugas, fungsi dan kode etik Penyuluh Agama ?
2.
Bagaimana metode penyuluhan yang baik ?
3.
Bagaimana cara menjaga pembangunan agama di
masyarakat?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah
terwujudnya suatu deskripsi yaitu:
1.
Ingin mengetahui tugas, fungsi dan kode etik
Penyuluh Agama.
2.
Ingin mengetahui metode penyuluhan yang baik.
3.
Ingin mengetahui cara menjaga pembangunan agama di
masyarakat.
D.
Kerangka Pemikiran
Sejak semula Penyuluh Agama merupakan ujung tombak
Departemen Agama dalam melaksanakan penerangan agama islam di tengah pesatnya
dinamika perkembangan masyarakat Indonesia. Peranannya sangat strategis dalam
membangun mental, moral dan nilai ketakwaan umat serta turut mendorong
peningkatan kualitas kehidupan umat dalam berbagai bidang baik di bidang
keagamaan maupun bidang pembangunan.
Tugas pokok Penyuluh Agama Islam adalah melakukan
dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan
melalui bahasa agama yang mempunyai fungsi informative (penerang), edukatif
(pendididik), konsultatif (tempat memecahkan masalah) dan advokatif (pembela).
Banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Haits Nabi yang
menerangkan dan memerintahkan kepada kita untuk menjalankan tugas penyuluhan,
diantaranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104:
وَلْتَكُنْ مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ إِلَى
الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُوْلٰئِكَ
هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya:
“Hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyerukan (manusia) kepada
kebaikan, menyuruh untuk berbuat baik dan melarang berbuat yang munkar. Mereka
itulah orang-orang yang beruntung”.
Tujuan penyuluhan agama adalah untuk membawa
masyarakat binaan ke arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera, lahiriyah
maupun batiniyah, sesuai dengan ajaran agama Islam, sehubungan dengan itu para
penyuluh agama terlebih dahulu harus mengetahui obyek dari sasaran penyuluhan
yaitu masyarakat yang multi komplek.
Maka
penyuluh agama harus mengetahui identifikasi wilayah, kebutuhan masyarakat dan
kelompok masyarakat yang akan menjadi sasaran binaaa agar memperoleh kemudahan
dan keberhasilan dalam penyuluhannya.
Materi Penyuluhan Agama Islam pada dasarnya meliputi
materi agama dan materi pembangunan. Materi Agama meliputi ajaran pokok agama
islam yaitu akidah, syari’ah dan akhlak.
E. Langkah-langkah Penelitian
Langkah-langkah dalam penelitian
ditempuh dengan cara sebagai berikut:
1.
Metode Penelitian
Dalam peneletian ini penulis
menggunakan metode studi kasus dilapangan yang di alami penulis, khususnya di
daerah sasaran penulis yaitu Dusun Cipaok Desa tarunajaya, Dusun Sukasari Desa
Cieunteung dan Dusun Lengkob Desa Cikeusi kecamatan Darmaraja Kabupaten
Sumedang.
2.
Sumber Data
Data ditinjau dari sumbernya
dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yatu:
a.
Data skunder, yaitu Al-Qur’an dan terjemahnya,
Hadits-hadits Nabi, Kitab-kitab kuning, Buku-buku Pedoman Penyuluh yang
dikeluarkan oleh Kemenag, makalah-makalah yang dikeluarkan oleh Bimas Islam
b.
Data primer yaitu data yang didapatkan dari Kasi
Bimas Islam, Penyuluh Agama Fungsional, Penyuluh Agama non PNS dan pemyuluh
agama yang belum/tidak
terdaftar di Kemenag.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian Penyuluh Agama
Penyuluh Agama Islam adalah Pegawai Neger Sipil yang
diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melaksanakan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama islam dan pembangunan
melalui bahasa agama (Mengko Wasbangpan no 54/KP/MK.MASPAN/9/1999).
Penyuluh Agama Islam Non PNS (dulu PAH) adalah
pembingbing umat beragama dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketakwaaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa (KMA RI Nomor 791 Tahun 1985).
Istilah Penyuluh Agama mulai disosialisasikan sejak
tahun 1985 yaitu dengan adanya keputusan Mentri Agama Nomor 791 Tahun 1985
tentang Honorarium Bagi Penyuluh Agama. Istilah Penyuluh Agama dipergunakan
untuk menggantikan istilah Guru Agama Honorer (GAH) yang dipakai sebelumnya di
lingkungan kedinasan Departemen Agama.
Pembakuan istilah Penyuluh Agama dan pengangkatan
Penyuluh Agama dalam jabatan fungsional
makin memperjelas eksistensi dan identitas para Penyuluh Agama di tengah
masyarakat , serta mempertajam tugas pokok dan fungsi yang dijalankan.
Sejak semula Penyuluh Agama merupakan ujung tombak
Departemen Agama dalam melaksanakan penerangan agama islam di tengah pesatnya
dinamika perkembangan masyarakat Indonesia. Peranannya sangat strategis dalam
membangun mental, moral dan nilai ketakwaan umat serta turut mendorong
peningkatan kualitas kehidupan umat dalam berbagai bidang baik di bidang
keagamaan maupun bidang pembangunan.
B. Dasar Hukum Penyuluh Agama
Adapun yang menjadi landasan hukum Penyuluh Agama
dalam menjalankan tugasnya ialah :
1.
Al-Qur’an
Tidak sedikit ayat-ayat Al-Qur’an
yang menerangkan dan memerintahkan kepada kita untuk menjalankan tugas
penyuluhan, diantaranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104:
وَلْتَكُنْ مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ إِلَى
الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُوْلٰئِكَ
هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ Artinya: “Hendaklah ada diantara
kamu segolongan umat yang menyerukan (manusia) kepada kebaikan, menyuruh untuk
berbuat baik dan melarang berbuat yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang
beruntung”.
Firman Allah dalam surat An-Nahl
ayat 125:
اُدْعُ
إِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ
Artinya:
“ Serulah ke jalan Tuhanmu dengan cara bijaksana, dengan pengajaran yang baik
dan berdiskusilah dengan cara yang lebih baik”.
Firman Allah dalam surat
Al-Maidah ayat 67:
يَأَيُّهَا الرَّسُوْلُ
بَلِّغْ مَآأُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَّبــِّكَ وَإِنْ لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا
بَلَّغْتَ رِسَالَتَهٗ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي
الْقَوْمَ الْكَافِرِيْنَ
Artinya:
“ Ya Rosul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanah-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.
Masih banyak lagi ayat-ayat lain
yang senada dan seirama dengan itu, isi dan tujuannya merupakan perintah atau
kewajiban memberikan penyuluhan yang harus dijalankan oleh setiap orang,
terutama penyuluh tersebut.
2.
Hadits Nabi SAW.
Hadits-hadits Nabi yang
memerintahkan penyuluhan, diantaranya:
Ballighu anni walau ayahبَـلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ أٰيـَةً
Artinya:
“Sampaikanlah (sesuatu) dari-Ku walaupun hanya satu ayat.
Sedangkan hadits Nabi yang
memerintahkan para penyuluh dan bekerja keras dengan semangat agar selaras
adalah :
مَنْ رَأٰى مِنْكُمْ
مُنْكَرًا فَلْيَغَيِّرْهُ بِيَدِهٖ فَإِ نْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَاِنِهٖ فَإِ
نْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهٖ وَذٰلِكَ أَضْعَفُ الْأِبْماَنُ
Artinya: “ Barang siapa diantara kamu melihat kemunkaran,
maka hendaklah ia cegah dengan tangan, Bila tidak sanggup maka hendaklah (
cegah) dengan lidahnya, Bila ia tidak sanggup juga, hendaklah dengan hatinya,
demikian itu adalah selemah-lemahnya iman”.
Masih banyak lagi hadits-hadits
Nabi yang lain yang berbeda lafadznya tetapi tujuanya sama.
3.
Undang-undang Dasar 1945
Sebagaimana ditetapkan dalam
pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 bahwa Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.
C. Sasaran Penyuluhan
Kelompok sasaran adalah komunitas dalam masyarakat
yang telah dibentuk atau yang terbentuk oleh masyarakat baik yang lahir dari inisiatif masyarakat
yang bersangkutan dan/atau penyuluh agama sendiri sebagai sasaran bimbingan
keagamaan dan penyuluhan pembangunan dengan bahasa agama islam
Tujuan penyuluhan agama adalah untuk membawa
masyarakat binaan ke arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera, lahiriyah
maupun batiniyah, sesuai dengan ajaran agama Islam, sehubungan dengan itu para
penyuluh agama terlebih dahulu harus mengetahui obyek dari sasaran penyuluhan
yaitu masyarakat yang multi komplek.
Maka
penyuluh agama harus mengetahui identifikasi wilayah agar memperoleh kemudahan
dalam penyuluhan, misalnya dalam penyusunan perencanaan oprasional penyuluhan
agama akan tersedia data dan informasi yang memadai sehingga dapat disusun
suatu program, kegiatan, sarana dan waktu yang tepat.
Dengan adanya identifikasi wilayah akan dapat
diketahui mengenai geografi (keadaan alam), demografi (keadaan penduduk),
kekayaan alam, penghidupan atau mata pencaharian penduduk, tingkat ekonominya,
tingkat pendidikannya, agama yang dipeluknya, organisasi keagamanya,
lembaga-lembaga sosial dan keagamaan, lembaga-lembaga pendidikan umum dan
keagamaan, rumah ibadat, prasarana dan sarana transportasi yang tersedia,
keadaan pemerintahanya, adat istiadat penduduk dan lain sebagainya.
Penyuluh agama juga harus mengetahui kebutuhan
masyarakat yang senantiasa terus berkembang seiring dengan perkembangan
kehidupan masyarakat. Sebab tanpa mengetahui kebutuhan sasaran, penyuluhan
agama tidak akan tercapai maksud dan tujuannya dengan baik, sebab mungkin saja
penyuluh memberikan sesuatu penyuluhan yang sama sekali kurang dibutuhkan,
sedangkan yang jelas dibutuhkan sasaran penyuluhan sama sekali tidak tersentuh,
dengan mengetahui kebutuhan masyarakat penyuluhan akan relevan dalam arti
sesuai dengan kebutuhan sasaran penyuluhan itu sendiri
Kebutuhan manusia menurut intensitas kegunaannya
terdiri dari tiga macam, yaitu kebutuhan primer (utama), kebutuhan sekunder dan
kebutuhan tertier (mewah). Kebutuhan menurut sifat dan wujudnya terbagi pada
kebutuhan jasmani (materiil) seperti sandang, pangan, papan, dan juga kebutuhan
rohani (spiritual) yang menimbulkan kepuasan batin, rasa senang dan tenang
seperti kebutuhan akan kepercayaan dan hubungan dengan Allah, ilmu pengetahuan,
kehalusan rasa, rekreasi, kepastian makna hidup dan sebagainya. Kebutuhan
dilihat dari waktu dibagi dalam kebutuhan sekarang dan kebutuhan masa depan.
Kebutuhan dilihat dari subyeknya terbagi pada kebutuhan individu (perorangan)
dan kebutuhan bersama (kolektif).
Sasaran akhir penugasan seorang penyuluh agama
adalah terlaksananya pendidikan masyarakat melalui bimbingan dan penyuluhan
agama dan pembangunan melalui bahasa agama kepada seluruh masyarakat dalam
wilayah binaannya melalui pembentukan kelompok binaan tetap dengan program
pembinaan yang tepat dan sistematis.
Untuk keperluan sasaran Penyuluh agama dapat
melakukan pembagian kelompok sasaran dan pembentukan kelompok binaan dengan
melakukan pendekatan sebagai berikut:
1.
Kelompok sasaran masyarakat umum terdiri dari
kelompok binaan:
a.
Masyarakat
Pedesaan
b.
Masyarakat
Tranmigrasi
2.
Kelompok sasaran masyarakat perkotaan, terdiri dari
kelompok binaan:
a.
Kelompok perumahan
b.
Real Estate
c.
Asrama
d.
Daerah pemukiman baru
e.
Masyarakat pasar
f.
Masyarakat daerah rawan
g.
Karyawan intansi pemerintah/swasta tingkat
Kabupaten/Provinsi
h.
Masyarakat industri
i.
Masyarakat kawasan industri
3.
Kelompok sasaran masyarakat khusus, terdiri dari:
a.
Cendikiawan terdiri dari kelompok binaan
1)
Pegawai/Karyawan intansi pemerintahan
2)
Kelompok profesi
3)
Kampus/masyarakat akademis
4)
Masyarakat peneliti serta para ahli
b.
Generasi muda, terdiri dari kelompok binaan:
1)
Remaja Mesjid
2)
Karang Taruna
3)
Pramuka
c.
LPM terdiri dari kelompok binaan:
1)
Majlis Ta’lim
2)
Pondok Pesantren
3)
TPA/TKA
4)
DTA
d.
Binaan khusus terdiri dari kelompok binaan:
1)
Panti Rehabilitasi/Pondok social
2)
Rumah Sakit
3)
Masyarakat gelandangan dan pengemis (gepeng)
4)
Kelompok Wanita Tuna Susila (WTS)
5)
Lembaga Pemasyarakatan (LP)
e.
Daerah terpencil terdiri dari kelompok binaan:
1)
Masyarakat daerah terpencil
2)
Masyarakat Suku terasing.
Atas dasar hasil analisis data dan identifikasi
wilayah dan kebutuhan kelompok sasaran yang ada, seorang penyuluh agama
melakukan pembentukan kelompok binaan melalui proses sebagai berikut:
1.
Melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat/ tokoh
agama di wilayah/sasaran,
2.
Melakukan rapat pembentukan kelompok binaan dengan
memperhatikan kebutuhan/minat kelompok sasaran yang ada.
D. Materi
Penyuluhan
Materi Penyuluhan Agama Islam pada dasarnya meliputi
materi agama dan materi pembangunan.
I.
Materi Agama meliputi ajaran pokok agama islam:
1.
Akidah
Pokok-pokok akidah islam secara
sistematis dirumuskan dari rukun iman yang 6 (enam), yaitu:
1)
Iman kepada Allah
2)
Iman kepada Malaikat-Nya
3)
Iman kepada Kitab-kitab-Nya
4)
Iman kepada Rasul-rasul-Nya
5)
Iman kepada Hari Akhirat
6)
Iman kepada Qadla dan Qadar
Abul
A’la Al Maududi dalam bukunya Toward
Understanding Islam menyimpulkan ada Sembilan pengaruh akidah (tauhid)
dalam kehidupan muslim yaitu:
1)
Menjauhkan manusia dari pandangan sempit dan picik,
2)
Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan
tahu harga diri,
3)
Menumbuhkan sifat rendah hati dan hidmat,
4)
Membembentuk manusia menjadi jujur dan adil,
5)
Menghilangkan dari sifat murung dan putus asa,
6)
Membentuk kepribadian yang teguh, sabar dan optimisme,
7)
Menambahkan sifat ksatria dan semangat, berani,
tidak gentar menghadapi resiko bahkan tidak takut menghadapi kematian,
8)
Menciptakan sikap damai dan ridla,
9)
Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin
menjalankan peraturan-peraturan Ilahi.
2.
Syari’ah
Dalam garis besarnya syari’ah
terdiri dari dua aspek yaitu:
1)
Ibadah
Ibadah dalam arti khusus (ibadah
khashshah) ialah:
a.
Thaharah
b.
Shalat
c.
Zakath
d.
Puasa
e.
Haji
Ibadah
dalam arti umum (ibadah ‘ammah) ialah:
Tiap-tiap
amal perbuatan yang disukai dan diridlai Allah SWT yang dilakukan oleh seorang
muslim dengan niat karena Allah semata-mata.
2)
Mu’amalah meliputi:
a.
Hukum Perdata (al-qanunul khas) terdiri dari:
-
Hukum Niaga (mu’amalah)
-
Hukum Nikah (munakahah)
-
Hukum Waris(warosah)
-
dan lain-lain
b.
Hukum Publik (al-qanunul ’am) terdiri dari:
-
Hukum Pidana (jinayah)
-
Hukum Kenegaraan (siyasah)
-
Hukum Perang dan Damai (jihad), dll.
Seluruh
tata nilai dalam syariah islam dimaksudkan untuk kesejahteraan manusia dalam
melindung dan memelihara KULLIYYAH
KHOMSI الْكُلِيَّةُ الْخـَمْسِ
1. Memelihara
Agama (hifdzuddin) حفظ الدين
2. Memelihara
Jiwa manusia (hifdzun nafsi) حفظ النفس
3. Memelihara
Harta benda (hifdzul mal) حفظ
المال
4. Memelihara
Nasab keturunan Manusia (hifdzun nasab) حفظ النسب
5. Memelihara
Akal dan kehormatan (hifdzul aqli wal’ird)
حفظ العقل والعرض
Selain itu ada kaidah-kaidah fiqih umum yang harus
dipegang, yaitu :
1.
Setiap perbuatan manusia dinilai dengan niat (al umuru bimaqoshidiha)
الأموربمقاصدها
2.
Kesulitan membawa kemudahan (al-masyaqah
tajlibu al taesir)
المشقة تجلب التيسر
3.
Yang meyakinkan tidak bisa hilang karena ada yang meragukan (al-yaqin la yuzalu bi al-syak)
اليقين لايزال بالشك
4. Setiap kemadlaratan harus
dihilangkan (al-dlarar yuzalu) الضرر يزال
5.
Adat yang baik dapat dijadikan pegangan (al-adah muhkamah) العادة
المحكمة
3)
Akhlak
Pada garis besarnya akhlak
terbagi dalam dua bidang:
1.
Akhlak terhadap Al-Khalik (Yang menciptakan yaitu
Allah SWT), Akhlak terhadap Allah intisarinya ialah sikap dan kesadaran
keagamaan sebagai berikut:
a.
Memuji Allah sebagai tanda bersyukur atas ni’mat-Nya
yang tiada terhingga,
b. Meresapkan
ke dalam jiwa kecintaan dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya,
c.
Mengakui kekuasaan Allah yang mutlak dan tunggal
yang menentukan posisi manusia di dunia dan di akhirat,
d.
Mengabdi hanya kepada Allah,
e.
Memohon pertolongan hanya kepada Allah
f.
Memohon hidayah supaya ditunjuki jalan yang lurus
dan dihindarkan dari jalan yang sesat.
2.
Akhlak terhadap Makhluk (yang diciptakan)
Akhlak terhadap makhluk terbagi
kepada dua aspek yaitu akhlak akhlak terhadap manusia dan akhlak terhadap
makhluk lainnya,
1)
Akhlak kepada manusia meliputi:
a.
Akhlak terhadap diri sendiri,
b.
Akhlak terhadap lingkung atau masyarakat.
2)
Akhlak terhadap makhluk lain, bukan manusia
meliputi:
a.
Akhlak terhadap tumbuh-tumbuhan (flora),
b.
Akhlak terhadap hewan (fauna)
Seluruh tata nilai akhlak disimpulkan pada:
-
Takholli membersihkan diri dari
akhlak-akhlak jelek
-
Tahalli menghiasi diri dari akhlak-akhlak
terpuji
-
Dan Tajalli merasa diri selalu diawasi dan
diperhatikan Allah SWT.
Dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan atau penyuluhan
sesuai dengan situasi dan kondisi. Penyuluh agama Islam dapat memperluas materi
agama ini dengan menambahkan materi penunjang, misalnya ilmu-ilmu Al-Qur’an,
Al-Hadits, sejarah dan kebudayaan islam, dan masalah-masalah aktual dalam
kehidupan umat islam.
II.
Materi Pembangunan
Bahan
dan materi untuk materi pembangunan adalah hal-hal yang memiliki keterkaitan
langsung dengan masalah:
-
Pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara pada
masa sekarang dan masa depan,
-
Pembinaan jiwa persatuan, watak dan jatidiri bangsa
(nation and character building)
-
Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan menuju hari esok yang lebih baik,
-
Meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan dan
menjaga lingkungan.
Secara
tematis materi pembangunan dalam garis besarnya meliputi:
a.
Pembinaan wawasan kebangsaan,
b.
Kesadaran Hukum,
c.
Kerukunan antar umat beragama,
d.
Reformasi kehidupan nasional,
e.
Partisipasi masayarkat dalam pembangunan Negara.
BAB III
FUNGSI PENYULUH AGAMA DALAM
MENJAGA PEMBANGUNAN AGAMA DI MASYARAKAT
A. Klasifikasi dan syarat-syarat Penyuluh Agama
Secara garis besarnya peyuluh Agama Islam terbagi
kepada Penyuluh Agama Fungsional (PNS) dan Penyuluh Agama Non PNS (dulu PAH:
Penyuluh Agama Honorer). Penyuluh Agama Islam adalah Pegawai Neger Sipil yang
diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melaksanakan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama islam dan pembangunan
melalui bahasa agama (Mengko Wasbangpan no 54/KP/MK.MASPAN/9/1999).
Penyuluh
Agama Islam Non PNS (dulu PAH) adalah pembimbing umat beragama dalam rangka
pembinaan mental, moral dan ketakwaaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (KMA RI Nomor
791 Tahun 1985).
Pada Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementrian
Agama Provinsi Jawa Barat tentang Petunjuk Teknis Pengangkatan dan Pengangkatan
Kembali Penyuluh Agama Islam Non PNS di Lingkungan Kantor Wilayah Kementrian
Agama Provinsi Jawa Barat disebutkan:
BAB III
SUMBER
DAN TINGKATAN
Pasal 3
Sumber
PAI Non
PNS dapat berasal dari tokoh
masyarakat/perorangan yang diakui oleh masyarakat yang mempunyai kemampuan di
bidang penyuluhan agama sesuai dengan klasifikasi sebagaimana tersebut dalam
Pasal 4 Petunjuk Teknis ini, seperti Ulama, Dai, Mubaligh, Guru Agama, Guru
Mengaji, Ustadz, Kyai dan tokoh agama lainya.
Pasal 4
Tingkatan
(1) Tingkatan
PAI Non PNS adalah :
a. PAI Non PNS
Muda
b. PAI Non PNS
Madya
c. PAI Non PNS
Utama
(2) PAI Non PNS
Muda adalah Penyuluh Agama yang bertugas pada masyarakat di lingkungan pedesaan
yang meliputi masyarakat transmigrasi, masyarakat terasing, kelompok
pemuda/remaja, serta kelompok masyarakat lainya di wilayah kabupaten.
(3) PAI Non PNS
Madya adalah penyuluh agama yang bertugas pada masyarakat di lingkungan
perkotaan meliputi kelompok pemuda/remaja, kelompok masyarakat industri,
kelompok profesi, daerah rawan, lembaga pemasyarakatan, rehabilitasi sosial dan
intansi pemerintah /swasta serta kelompok masyarakat lainya di lingkungan
Kabupaten/Kota dan Ibu Kota Provinsi.
(4) PAI Non PNS
Utama adalah penyuluh agama yang bertugas di lingkungan pejabat intansi
pemerintah/swasta, kelompok profesi serta kelompok ahli dalam berbagai bidang
BAB
IV
SYARAT
PENGANGKATAN
Pasal
5
Syarat
(1) Syarat
Pengangangkatan PAI Non PNS harus memenuhi syarat umum dan syarat khusus
(2) Syarat-syarat
umum PAI Non PNS
a. Berakhlakul
karimah,
b. Sehat
jasmani dan rohani,
c. Memiliki
wawasan ilmu agama yang cukup,
d. Memiliki
pengalaman sebagai penyuluh agama,
e. Memiliki
surat keterangan atas bukti kemampuannya,
f. Tidak
terlibat dalam organisasi terlarang,
g. Memiliki
kermampuan dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan,
h. Memiliki
kelompok binaan yang tetap dan berdomisili di Kabupaten/Kota setempat,
i.
Bukan sebagai Guru Honorer yang dibiayai APBN atau
APBD,
j.
Tidak akan menunutut untuk diangkat menjadi Pegawai
Negeri Sipil.
(3) Syarat
khusus PAI Non PNS
a. PAI Non PNS
Muda
1. Pendidikan
minimal SMA/sederajat dan/atau pendidikan pesantren yang dipandang memiliki
kemampuan setara dengan SMA/sederajat,
2. Berusia
minimal 20
tahun dan maksimal 60 tahun.
b. PAI Non PNS
Madya
1. Pendidikan
minimal Sarjana (Strata 1)/sederajat dan/atau pendidikan pesantren yang
dipandang memiliki kemampuan setara dengan S1/sederajat
2. Berusia
minimal 30 tahun dan maksimal 60 tahun.
c. PAI Non PNS
Utama
1. Pendidikan
minimal Strata 2/sederajat dan/atau pendidikan pesantren yang memiliki
kemampuan setara dengan Strata 2/sederajat serta mempunyai keahlian khusus di
bidang ilmu agama,
2. Berusia
minimal 40 tahun dan maksimal 60 tahun.
(4) Disamping
syarat tersebut diatas, Kementrian Agama Kabupaten/Kota melaksanakan uji
kompetensi bagi PAI Non PNS pengangkatan baru dan uji kinerja bagi PAI Non PNS
pengangkatan kembali.
B. Tugas, Fungsi dan Kode Etik Penyuluh Agama
Tugas pokok Penyuluh Agama Islam
adalah melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan
pembangunan melalui bahasa agama.
Berpijak pada tugas pokok tersebut diatas, maka
dalam pelaksanaan kegiatan tugas Penyuluhan Agama Islam melekat fungsi-fungsi sebagai berikut :
1.
Fungsi informatif dan Edukatif
Penyuluh Agama Islam memposisikan
dirinya sebagai da’I yang berkewajiban mendakwahkan Islam, menyampaikan
penerangan agama dan mendidik masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
2.
Fungsi Konsultatif
Penyuluh Agama Islam menyediakan
dirinya untuk turut memikirkan, memecahkan persoalan yang dihadapi masyarakat,
baik persoalan-persoalan pribadi, keluarga atau persoalan masyarakat secara
umum.
3.
Fungsi Advokatif
Penyuluh Agama Islam memiliki
tanggung jawab moral dan social untuk melakukan kegiatan pembelaan terhadap
umat/masyarakat binaaan terhadap berbagai ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangan yang merusak akidah, menggangu ibadah dan merusak akhlak.
Untuk mencapai tujuan yang maksimal, setiap kegiatan
harus dikelola oleh orang yang professional dan ahli di bidangnya, sama halnya
dengan tugas penyuluh menyampaikan risalah, dan mempunyai fungsi yang optimal,
maka penyuluh agama/mubaligh/khatib
harus memiliki sifat-sifat
sebagai berikut:
1.
Seorang Mubaligh harus benar-benar istiqomah dalam
keimanan serta percaya dengan seyakin-yakinnya akan kebenaran islam yang
dianutnya kemudian diteruskan kepada umatnya.
2.
Seorang Mubaligh harus menyampaikan dakwahnya dengan
lidahnya sendiri. Seorang muslim yang telah mantap untuk menyampaikan kebenaran
(risalah agama) kepada orang lain, sedang dia mampu melakukannya, maka dia
berdosa, dan dia harus mempertanggungjawabkannya di akhirat.
3.
Seorang Mubaligh harus menyampaikan kesaksian itu
tidak saja dengan lidahnya tetapi juga dengan amal perbuatannya.
4.
Seorang Mubaligh harus berdakwah diatas semua aliran
dan golongan kaum muslimin, bukan atas paham yang dianutnya saja.
5.
Seorang Mubaligh menyampaikan dakwahnya harus
berdasarkan kebenaran yang lengkap dan utuh sesuai petunjuk Allah SWT. Dakwah
tidak hanya berkenan dengan masalah ibadah saja tetapi juga harus memberikan
tuntunan terhadap seluruh aspek hidup dan kehidupan umat manusia.
6.
Setiap umat islam diharapkan menyampaikan kesaksian
bahwa Allah yang benar. Pendirian ini harus diperhatikan sekalipun harus
mempertaruhkan nyawa. Memang hal ini adalah tugas yang berat, namun sikap
inilah puncak keimanan yang paling tinggi yang disebut dalam Al-Qur’an “umat
yang baik”.
Ada
beberapa butir akhlak-akhlak yang
harus dimiki oleh setiap Mubaligh dan Khatib yaitu:
1.
Mubaligh dan Khatib dalam menyampaikan ajaran islam
yang bersumber Al-Qur’an dan As-Sunah, harus didasari niat yang tulus melalui
pendekatan bil-hikmah, pengajian yang baik serta mujadalah dengan yang lebih
baik.
2.
Mubaligh dan Khatib harus menjadi contoh teladan
(uswatun hasanah) dalam mengajarkan islam di tengah-tengah masyarakat.
3.
Mubaligh dan Khatib memiliki kebebasan mimbar,
tetapi bertanggung jawab kepada Allah dan kemaslahatan umat. Kebebasan ini
dijamin oleh UUD 1945, tetapi harus bertanggung jawab kepada umat.
4.
Mubaligh dan Khatib harus senantiasa mengutamakan
kepentingan agama islam, masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan
pribadi atau golongannya.
5.
Mubaligh dan Khatib harus selalu meningkatkan
pengetahuan dan mengembangkan mutu profesinya. Mubaligh dan Khatib harus
mengikuti perkembangan zaman, disamping harus menambah ilmunya yang telah ada
baik ilmu agama maupun pengetahuan umum.
6.
Mubaligh dan Khatib harus bersikap jujur dalam
menyampaikan dakwah dan khutbahnya. Dia harus jujur dan amanah demi kepentingan
umat, Dia harus mau mengorbankan kepentingan golonganya demi umat.
7.
Mubaligh dan Khatib harus menyadari dan menjaga agar
forum dakwah tidak disalah gunakan oleh pihak mana pun demi terciptanya ukhuwah
islamiyah.
C. Metode Penyuluhan
Metode adalah sistem atau cara untuk mengatur suatu
idea tau keinginan, pemahaman terhadap metode (cara) penyuluh perlu untuk
dicermati dan menentukan langkah yang
diambil dan kecermatan itu dengan memahami tuntunan Allah dalam metode
penyuluhannya, yang secara garis besarnya terbagi pada tiga hal:
1.
Dakwah bil hal
Seorang
da’i tidak hanya sekedar bisa bicara, tapi lebih penting adalah mengamalkan apa
yang dia dakwahkan yang disebut dakwah bil hal sebagaimana firman Allah dalam
surat As-Shaf ayat 2-3:
يَاأَيـُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُواْ لِـمَ تَقُوْلــُوْنَ
مَالاَتَـفْعَلُوْنَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللهِ أَنْ تَقُوْلُوْا
مَالاَتَفْعَلُوْنَ
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman kenapa kamu
berbicara sementara kamu sendiri tidak berbuat. Besar kebencian Allah terhadap
orang yang bisa berbicara tetapi tidak bisa berbuat.
Metode ini salah satu metode dakwah yang
dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmanya surat An-Nahl ayat 125:
اُدْعُ
إِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ
Artinya:
“ Serulah ke jalan Tuhanmu dengan cara bijaksana, dengan pengajaran yang baik
dan berdiskusilah dengan cara yang lebih baik”.
2.
Dakwah bil lisan
Berdakwah dengan lisan disebut
juga dengan metode ceramah atau informasi oleh seorang da’I sebagai komunikator
kepada kelompok masyarakat sasaran sebagai komunikan. Metode ini sangat tepat
sekali kalau sasaran yang dihadapi merupakan kelompok yang berjumlah besar dan
perlu menghadapi sekaligus. Da’I bisa menggunakan alat bantu seperti pengeras
suara, radio, televisi, infocus dan lain- lain dan bisa diperjelas dengan
bantuan mimic dan gerak.
3.
Dakwah bil qolam (bil Kitab)
Metode dakwah bil qolam ini bisa
melalui media cetak seperti koran, tabloid dan brosur-brosur yang bernafaskan
islam, metode ini sangat membantu sekali dalam keberhasilan dakwah, hanya saja
metode ini masih sedikit sekali penyuluh mempraktekannya.
Kemudian kalau kita simak
perjalan dakwah Rosulallah SAW ternyata tidak berbeda dengan metode dalam
Al-Qur’an seprti dalam larangan minuman keras dan judi yang tidak sekaligus
tapi berangsur-angsur.
D. Menjaga Pembangunan Agama di Masyarakat
Penyuluh Agama adalah orang yang mempunyai kedudukan
tinggi di hadapan Allah SWT. sebagaimana diisyaratkan dalam beberapa ayat dalam
Al-Qura’an, karena tugasnya sebagai ta’lim (pengajar) dan irsyad (penunjuk),
kewajiban tablig (menyampaikan) dan larangan kitman (menyembunyikan ilmu). Juga
dalam hadits-hadits Nabi SAW banyak diceritakan keunggulan Penyuluh Agama
diantaranya Sabda Nabi SAW ketika mengutus Mu’adz bil Jabal dakwah ke Negeri Yaman
“ Memberikan hidayahnya Allah SWT sebab kamu kepada seseorang itu lebih baik
bagimu daripada dunia dan isinya”, dan Sabda Nabi SAW : “Barang siapa yang
mempelajari satu bab dari ilmu untuk mengajarkan kepada manusia akan diberi
paha tujuh puluh siddiqin. Juga Nabi Isa As bersabda: Barang siapa yang mempelajari
ilmu, mengamalkan dan mengajarkannya maka akan diundang agung dihadapan para
malaikat di langit”. (Ihya Ulumudin I: 9,10).
Hujjatul
Islam Al-Gazali dalam Ihya fi bayan
wadhoif mursid mu’allim mengatakan:
Ketika Mua’llim terkonsentrasi dalam ta’lim
(mengajar) sesungguhnya dia memakai kalung yang agung, dan urusan yang
besar, maka dia harus menjaga adab-adab
profesinya:
1.
Syafaqoh/ kasih sayang terhadap muridnya sebagaimana
kasih sayang terhadap anaknya,
2.
Ikhlas mencari ridla Allah, dan taqorrub kepadaNya,
bukan karena mencari upah, pujian, penghargaan, anugrah dan sebagainya,
3.
Menasehati murid untuk bertahap dalam mencari ilmu,
menguasai suatu tingkatan ilmu terlebih dahulu
sebelum naik ke tingkatan yang lebih atas, mempelajari yang pokok,
penting dan jelas terlebih dahulu sebelum yang lebih dalam,
4.
Tidak mencaci atau terang-terangan menyalahkan
apabila murid salah, tapi dengan cara menyindir dan penuh kasih sayang,
5.
Tidak merendahkan pan ilmu lain bagi yang mempunyai
keahlian pada suatu pan ilmu,
6.
Memberikan contoh amal, tauladan terhadap apa yang
disampaikan,
7.
Memberikan pelajaran yang jelas dan layak bagi
murid/sasaran,
8.
Memberikan
pelajaran menurut kemampuan pemahaman murid/sasaran penyuluhan, sebagaimana
sabda Nabi SAW.: “ Kami Para Nabi menempatkan manusia sesuai dengan
kedudukannya, dan berbicara dengan mereka sesuai dengan kemampuan akalnya”.
(ringkasan
Ihya Ulumuddin I:55-58).
Syekh
Ali Ash-Shobuni dalam menafsirkan surat Al-A’la:9 dan Qof:45, “Berkata Ibnu
kasir: Dari ayat ini diambil adab dalam menyebarkan ilmu yaitu jangan diberikan
ilmu kepada yang bukan ahlinya, sebagaimana sabda Ali bin Abi Tholib: Tidaklah
engkau bercerita kepada suatu kaum perkataan yang tidak tercapai oleh akalnya
kecuali akan menjadi fitnah bagi sebahagian mereka, dan Dia Berkata: Berbicalah
dengan manusia apa yang bisa mereka ketahui, Apakah kamu suka jika Allah dan
Rasulnya dibohongkan”. (Shofwatut Tafasir III:522)
Penyuluh Agama dalam penyuluhan juga
harus mengetahui keadaan dan situasi zaman, sebagaiman Syekh Nawawi Banten
berkata: ”Diceritakan dalam Shuhuf Nabi Ibrahim terdapat kalimat ini:
Sepantasnya bagi yang berakal untuk
menjaga lisannya, arif terhadap zamanya dan menghadapi situasi keadaanya”.
(Quthorul Gaits:6)
Dalam penyuluhan Penyuluh Agama
juga harus memberikan cara, warna yang bermacam-macam dan waktu yang berkala
dan tepat, sebagaiman diisyaratkan Syekh Athoillah: “ Tatkala Al-Haq (Allah)
mengetahui adanya sifat bosan darimu, maka Dia memberikan bermacam-macam thoat,
Dan Dia mengetahui sifat rakus pada dirimu, maka Dia memberi batasan pada
sebahagian waktu, supaya himmah/cita-citamu mendirikan sholat, bukan
melaksankan sholat, tidak setiap yang melaksanakan mendirikan. ( Al-Hikam I:
90)
Penyuluh Agama harus mempunyai
semangat dan cita-cita yang tinggi dalam penyuluhan, sebagaiman isyarat Syekh
Al-Zarnuji: “ Tidak boleh tidak bagi tholib ilmi (juga mu’allim) untuk bersungguh-sunguh,
rajin dan tekun sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Ankabut ayat 69:
“Dan orang-orang yang bejihad (bersungguh-sunguh mencari keridloan) Kami,
benar-benar kan Kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami”. Penyuluh Agama
harus mempunyai himmah ‘aliyyah
(cita-cita yang tinggi) dalam ilmu, sebab manusia terbang tinggi dengan
cita-citanya sebagaimana burung terbang tinggi dengan sayapnya”. (Ta’lim
Al-Muta’allim: 20,23)
Indonesia
sebagai negara yang berdasarkan pancasila, kita menghargai fungsi agama. Agama
merupakan bagian penting dari kehidupan bangsa kita, modal rohaniah, untuk itu
maka senantiasa diusahakan agar agama dapat mendorong seluruh kehidupan bangsa.
Kondisi dan situasi kehidupan beragama yang dialami bangsa kita inilah yang
menempatkan masyarakat bangsa sebagai masyarakat religius.
Negara
kita bukan Negara sekuler yang memisahkan antara agama dan negara dan bukan
juga Negara islam, maka pembangunan yang dilaksanakan tidak saja mengejar
kemajuan lahiriyah belaka seperti sandang, pangan dan papan melainkan
keseimbangan antara pembangunan lahiriyah dan rohaniyah, keseimbangan antara
material dan mental spiritual. Dalam kaitan inilah pembangunan agama mempunyai
peranan penting dalam pembangunan nasional karena pada dasarnya agama mempunyai
empat pungsi:
1.
Agama mempunyai fungsi inovatif, artinya agama
adalah faktor yang bersifat mendorong, mendasari dan melandasi cita-cita dan
amal usaha manusia dalam segala akhirat dan dan kemajuan di dunia akan
mendorong pemeluknya untuk bekerja keras,
2.
Agama mempunyai fungsi motivatif artinya agama
sangat mendorong pemeluknya untuk bekerja produktif bukan saja untuk
kepentingan dirinya melainkan juga untuk orang lain.
3.
Agama mempunyai sublimatif, artinya agama
mengkuduskan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agama melainkan
juga yang duniawi. Karena segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan
norma dan kaidah agama dan didasarkan atas niat yang tulus dan suci untuk Allah
adalah ibadah.
4.
Agama mempunyai fungsi integrative, artinya agama
mengintegrasikan segala kerja manusia. Dengan menghayati agama, orang bisa
mempunyai kekuatan batin hingga terhindar dari melakukan hal-hal yang
berlawanan dengan keyakinan sehingga ia mampu menjaga integritas dirinya.
Pembangunan kehidupan beragama itu sendiri kita
maksudkan untuk mewujudkan corak kehidupan beragama dimana terdapat suatu
relevansi fungsional antara ajaran agama dengan tuntutan dan tantangan yang
sedang tumbuh dan berkembang yang selalu mengalami perubahan.
Corak
kehidupan beragama yang dimaksud sebagaiman yang diuraikan berikut ini:
1.
Kehidupan beragama yang semarak dan hal ini ditandai
oleh:
a.
Adanya rumah-rumah ibadah yang indah, bersih dan
sehat,
b.
Rumah-rumah ibadah berfungsi baik sebagai pusat
kegiatan jema’ah,
c.
Pengamalann ajaran agama dalam kehidupan
sehari-hari.
2.
Kehidupan agama yang kreatif dan hal ini ditandai
oleh:
a.
Adanya lembaga-lembaga pendidikan yang mampu
menyiapkan kader-kade bangsa yang tangguh dan tanggap tuntutan dan tantangan zaman,
b.
Adanya lembaga-lembaga dakwah yang mampu
maenggairahkan dan membekali umat untuk membangun dirinya dan masyarakat
sekitarnya,
c.
Adanya lembaga-lembaga sosial keagamaan yang mampu
menampung dan menyalurkan potensi masyarakat untuk membina lingkungan sosial
yang lebih religius sekaligus lebih maju,
d.
Tumbuhnya kemampuan para pemuka agama menggerakan
dan mengarahkan umat beragama untuk mewujudkan kehidupan yang lebih maju baik
mental spiritual maupun fisik material.
Untuk
mewujudkan corak kehidupan beragama semacam itu perlu pembinaan keagamaan
masyarakat yang seksama, terencana dan sistematis serta tak kenal lelah. Untuk
itu penyuluh agama perlu mengumpulkan keterangan yang akurat tentang kondisi
kehidupan beragama penduduk yang menjadi sasaran penyuluhan. Sebab tanpa
mengetahui dengan tepat kondisi kehidupan beragamanya, maka perencanaan
penyuluhan dan pelaksanaan penyuluhan tidak dapat dilakukan dengan baik. Dengan
demikian penyuluh agama tidak akan mencapai maksudnya.
Dalam kaitan ini penyuluh agama
harus mengetahui tingkat kehidupan beragama penduduk di daerah sasaran
penyuluhan. Apakah tingkat tingkat kehidupan beragama sudah dikatakan cukup
“subur” atau bahkan “sangat tandus”. Jika pelaksanaan ajaran agama yang paling
dasar belum terlaksana, apakah disebabkan sangat kurangnya pengetahuan tentang
agama atau sudah mengetahuinya tetapi sangat rendah kesadarannya. Jika ini
telah diketahui dengan jelas, maka kebutuhan penduduk yang berkaitan dengan
sasaran penyuluhan yang berkaitan dengan agama ini dengan sendirinya akan
teridentifikasi, sehingga proses penyuluhan dan tujuan penyuluhan dapat
berhasil optimal.

BAB IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian diatas mengenai Fungsi Penyuluh dalam menjaga pembangunan
Agama di masyarakat, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1.
Tugas pokok Penyuluh Agama Islam adalah melakukan
dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan
melalui bahasa agama yang mempunyai fungsi informative (penerang), edukatif
(pendididik), konsultatif (tempat memecahkan masalah) dan advokatif (pembela).
2.
Metode (cara) penyuluhan perlu untuk dicermati untuk menentukan langkah yang diambil dengan
memahami tuntunan Allah dalam metode penyuluhannya, yang secara garis besarnya
terbagi pada tiga hal yaitu dakwah bil hal (memberi suri tauladan), dakwah bil
lisan ( dengan member ceramah) dan dakwah bil qolam (dengan tulisan).media
elektronik
3.
Pembangunan kehidupan beragama untuk mewujudkan
corak kehidupan beragama yang terdapat relevansi fungsional antara ajaran agama
dengan tuntutan dan tantangan yang sedang tumbuh dan berkembang yang selalu
mengalami perubahan. Untuk mewujudkan corak kehidupan beragama yang semarak dan
kreatif memerlukan pembinaan keagamaan masyarakat yang seksama, terencana,
sistematis dan tak kenal lelah.
B. Saran
Berdasarkan
hasil Penelitian diatas, Maka Penulis mengemukakan beberapa saran yang
mudah-mudahan bermanfa’at bagi Para Penyuluh Agama untuk lebih meningkatkan
fungsinya, diantaranya:
1.
Tugas pokok Penyuluh Agama Islam dalam melakukan dan
mengembangkan kegiatan penyuluhan, juga dalam fungsinya sebagai informative,
edukatif dan konsultatif harus sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat sasaran, tetapi tidak melupakan pembahasan seluruh masalah pokok yang
wajib mereka ketahui dan diamalkan juga pendalaman terhadap masalah ilmu agama.
2.
Metode penyuluhan juga perlu lebih diperhatikan,
metoda apa atau bagaimana yang lebih disukai dan mudah difahami masyarakat
sasaran, dengan mengikuti jejak ulama salaf, percobaan berulang-ulang, dan juga
sering berkonsultasi dengan yang lebih berkompeten.
3.
Pembangunan kehidupan beragama dimasyarakat
merupakan kewajiban kita semua terutama Para Penyuluh Agama Islam, maka
memerlukan pembinaan yang seksama, terencana, sistematis dan sesuai dengan
situasi serta perjuangan yang sungguh-sungguh.
DAFTAR
PUSTAKA
Abu Hamid Muhammad Al Ghozali, tanpa tahun, Ihya ‘Ulumuddin, Beirut, Daar Ihya Turrats Arobi.
Bidang Penerangan Agama Islam, Zakat dan Wakaf,
2013, Petunjuk Teknis Pengangkatan dan
Pengangkatan Kembali Penyuluh Agama Islam Non PNS di Lingkungan Kantor Wilayah
Kemementrian Agama Provinsi Jawa Barat
Tahun 2014, Kementrian Agama Kantor
Wilayah Provinsi Jawa Barat.
Dirjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI,
2010, Pedoman dan Petunjuk Teknis
Penyuluh Agama Islam Fungsional Jilid I dan II, Bidang Pendidikan Agama
Islam dan Pemberdayaan Masjid Kementrian Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa
Barat.
Ibnu Hajar Al-Asqolani, tanpa tahun, Bulughul Marom, Semarang, Pustaka
Alawiyah.
Jalaludin As-Suyuti, tanpa tahun, Al-Asybah Wal-Nadhoir, Surabaya, Darun
Nasyr Al-Mishriyyah
Jalaludin As-Suyuti, tanpa tahun, Al-Jami’ Al-Shoghir, Surabaya, Darun
Nasyr Al-Mishriyyah.
Kasi Bimas Islam, 2014, Penyuluh Agama Sebagai Leading Sector Pengembangan Masyarakat Islam,
Kementrian Agama Kantor Kabupaten Sumedang.
Muhammad
‘Ali Ash-Shobuni, 1996, Shofwah Al-
Tafasir, Beirut, Darul Fikr.
Syaikh
Al-Zarnuji, tanpa tahun, Ta’lim
Al-Muta’allim, Semarang, Grafika.
Syaikh
Nawawi Al-Jawi, tanpa tahun, Quthorul
Ghaits, Semarang, Karya Toha Putra,
Sunarto,
dkk, 1992, Al-Qur’an dan Terjemahnya,
Bandung, Gema Risalah Press.
.